HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa mengubah putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres-cawapres.
Jimly mengatakan MKMK tidak memiliki kewenangan untuk menilai putusan MK yang dianggap bermasalah oleh para pelapor dugaan pelanggaran etik 9 hakim konstitusi, sesuai dengan UUD 1945 bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.
“Kita tidak menilai putusan MK. Tapi kalau anda ini bisa meyakinkan kami bertiga, dengan pendapat yang rasional, dan masuk akal, bisa diterima akal sehat, why not. Cuma harus dibuktikan. Tadi sudah dibuktikan, tapi kami belum rapat. Saya enggak tahu dari kami bertiga ini berapa orang yang sudah yakin, saya kok belum terlalu yakin gitu lho,” kata Jimly, Rabu (01/11).
Jimly mengaku banyak sekali masalah yang dihadapi dalam perkara dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh sembilan hakim MK.
Ia juga menyebut ada tiga jenis sanksi yang dapat diberikan kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) jika terbukti melanggar kode etik, antara lain teguran, peringatan hingga pemberhentian.
“Pemberhentian itu kalau secara eksplisit disebut pemberhentian dengan tidak hormat, tapi ada juga pemberhentian dengan hormat, pemberhentian bukan sebagai anggota tapi sebagai ketua,” ujarnya.
“Peringatan, variasinya bisa banyak, peringatan biasa, bisa juga peringatan keras, bisa juga peringatan sangat keras. Itu tidak ditentukan di dalam PMK, tapi variasinya mungkin,” dia menambahkan.
Begitu pun dengan sanksi teguran yang merupakan paling ringan untuk para hakim MK jika terbukti melanggar etik. Teguran yang diberikan bisa berupa teguran lisan maupun tertulis.