HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji bakal mendalami lebih lanjut dugaan penerimaan gratifkasi mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo dari PT Cahaya Kalbar, anak usaha Wilmar Group yang disamarkan melalui jual beli rumah oleh Thio Ida, adik pendiri Wilmar Group Martua Sitorus. Berbekal sejumlah bukti dan keterangan, lembaga antikorupsi meyakini adanya modus yang diduga melibatkan Thio Ida tersebut.
“Jaksa akan konfirmasi soal tersebut kepada saksi-saksi lain,” ungkap Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (24/10).
KPK optimis dapat membongkar dugaan keterlibatan Thio Ida dalam skandal dugaan gratifikasi Rafael Alun. Apalagi, Thio Ida sudab bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin kemarin.
“Tentu agar ditemukan fakta hukum yang dapat ditindaklanjuti. Sebagaimana uraian dalam surat dakwaan jaksa (terhadap terdakwa Rafael Alun),” ucap Ali.
Dalam surat dakwaan, Rafael Alun disebut menerima gratifikasi sebesar Rp 16.644.806.137 atau Rp 16,6 miliar. Rafael didakwa menerima gratifikasi bersama-sama dengan istrinya Ernie Meike Torondek.
Salah satu gratifikasi yang diterima Ayah Mario Dandy Satriyo itu berasal dari PT Cahaya Kalbar yang merupakan anak usaha Wilmar Group. Rafael Alun disebut menerima Rp 6 miliar dari PT Cahaya Kalbar yang disamarkan melalui pembelian rumah di Taman Kebon Jeruk Blok G1 Kavling 112, Jakarta Barat.
Dugaan penerimaan gratifikasi dan penyamaran aset itu disebut melibatkan Direktur Operasional dan Keuangan PT Cahaya Kalbar Jinnawati. Jaksa KPK meyakini gratifikasi itu berkaitan dengan persoalan pajak Wilmar Group yang ditangani Rafael Alun.
Dalam persidangan, tim Jaksa sebelumnya mengkonfirmasi beberapa pertanyaan kepada Thio Ida yang hadir sebagai saksi. Dalam konfirmasinya, tim jaksa menanyai hubungan Thio Ida dengan Martua Sitorus.
“Dia (pemilik Wilmar Group) sih abang saya,” ucap Thio saat bersaksi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/10).
Lalu Thio diminta menjelaskan kaitan PT Cahaya Kalbar dengan Wilmar Group. Diakui Thio Ida, suaminya pun memiliki jabatan di perusahaan tersebut. Dia juga mengaku kenal dekat dengan Direktur Operasional dan Keuangan PT Cahaya Kalbar Jinnawati.
Soal jual beli rumah di Jakarta, Thio Ida mengakui pernah intensif berkomunikasi dan bertemu dengan Jinnawati. Namun Thio Ida berdalih lupa waktu pastinya terkait hal itu.
“Saya lagi cari rumah, jadi Jina mengetahui saya mencari rumah, jadi ditawarkan kepada saya,” ucap Thio.
Tanpa berpikir panjang, Thio Ida yang mengeklaim sedang mencari rumah di Jakarta langsung membeli rumah tersebut secara tunai tanpa negosiasi yang panjang.
Diakui Thio, pembelian rumah tersebut senilai Rp 6 miliar. Pembayaran secara tunai, menggunakan uang Dollar Singapura yang dikonversi ke rupiah.
“Jadi kita konversinya senilai yang kita janjikan Rp 6 miliar itu,” ujar Thio.
Uang sekitar Rp 6 miliar itu, tegas Thio Ida, sudah diberikan langsung ke Jinnawati di rumah yang akan dibeli. Namun, Thio Ida mengaku lupa notaris yang ditunjuk saat itu.
“Benar, tunai di lokasi, rumah di Kebon Jeruk,” ucap dia.
Jaksa juga mengkonfirmasi sumber uang pembelian rumah itu. Thio Ida berdalih dari warisan orang tua.
“Dari warisan orang tua,” tutur Thio Ida.
Selain Thio Ida, jaksa juga menghadirkan saksi lainnya. Di antaranya Jinnawati dan notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Lieke L. Tukgali.
Dalam kesaksiannya, Jinnawati mengakui menjual aset tersebut Thio Ida pada tahun 2015. Saat itu, kata Jinnawati, aset itu dijual dengan harga Rp 6 miliar.
“Waktu 2015 saya jual. (Jual ke) Ibu Ida (Thio Ida). Jualnya 6 m,” ujar Jinnawati.
Jinnawati sendiri sebelumnya mengaku membeli aset tersebut dari Rafel pada tahun 2010. Saat itu aset dibeli seharga Rp 6 miliar.
Jaksa sempat heran dengan harga aset yang dijual Jinawati kepada Thio Ida itu. Mengingat tak terjadi peningkatan nilai aset dalam kurun sekitar 5 tahun.
“Ini gak ada peningkatan nilai?” tanya jaksa.
“Engga waktu itu ibu saya udah gpp dijual gitu aja karena waktu itu ibu saya lagi perlu uang,” jawab Jinnawati.
Adapun pembayaran pembelian aset oleh Jinnawati kepada Rafel dengan emas batangan. Jinnawati menyerahkan tas berisi emas batangan itu ke Rafel di sebuah gedung bilangan Sudirman, Jakarta.
“Pembayaranya pakai emas. Emas batangan ya,” kata Jinnawati.
“Rp 6 miliar dalam bentuk emas semua?,” cecar jaksa.
“Iya,” jawab Jinnawati.
“6 miliar satu tas, berapa Bu emasnya saat itu? Kilonya berapa?,” cecar jaksa.
“Saya lupa tapi saya bisa angkat, saya bisa angkat sendiri. Saya lupa berapa kilonya,” kata Jinnawati.
Sepengetahuan Jinnawati, Thio Ida berprofesi ibu rumah tangga. Namun Jinnawati tak membantah suami Thio Ida merupakan komisaris di PT Cahaya Kalbar. Selain itu suami Thio Ida juga memiliki jabatan di Wilmar.
“(Di Cahaya Kalbar) komisaris kalau ngga salah,” ucap Jinnawati.
“(Di Wilmar) jabatannya pastinya saya gatau, cuma memang ada jabatan di Wilmar,” kata Jinnawati.
Dalam persidangan, jaksa sempat menyinggung pemeriksaan pajak oleh Rafel terhadap PT Cahaya Kalbar atau Wilmar. Namun, Jinawati berdalih tak ada pemeriksaan pajak perusahaan yang melibatkan Rafael.
Dalam persidangan, jaksa juga mendalami silsilah aset tersebut kepada saksi Lieke.
Dalam kesaksiannya, Lieke menyebut pernah memproses hibah aset tersebut dari atas nama ibu Rafael, Irene Suheriani Suparman kepada Rafel.
Proses hibah dengan surat bernomor 81 itu tersebut terjadi pada tahun 2005. Sebelum proses hibah tersebut, kata Lieke, Rafel sempat meminta pihaknya meningkat status laham menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM). Adapun nilai objek lahan tersebut sekitar Rp 3 miliar lebih dengan biaya balik nama sekitar Rp 88 juta.
“Betul (di balik nama dari Irene Suheriani Suparman ke Rafael). Hibah tahun 2005,” kata Lieke.
Namun, Rafel kemudian membuat surat pernyataan No.20 tahun 2011 di Notaris dan PPAT tempat Lieke bekerja. Pada intinya surat pernyataan itu berbunyi bahwa lahan di Srengseng itu dulunya dibeli dengan menggunakan uang istri Rafael, Ernie Meike Torondek.
Hal itu terungkap saat jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Lieke. Lantas Lieke mengamininya.
“Iya. Ada surat pernyataan tahun 2011,” ujar Lieke.