HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dalam memperingati Hari Santri 2023, Dompet Dhuafa bersama Pondok Pesantren Tahfidz Al Quran Green Lido (PTGL), turut menggelar Jambore Santi yang dinamakan Jambore Santri Nusantara (Jantara) 2023.
Sebelumnya diketahui, PTGL merupakan pondok pesantren pertama yang dibangun oleh Dompet Dhuafa, yang berdiri di atas tanah seluas 2 hektar, terletak tepatnya di desa Cicurug Lido, Sukabumi, Jawa Barat.
Dalam kesempatan tersebut, Ahmad Lukman selaku Kepala Disaster Management Centre (DMC) Dompet Dhuafa, menerangkan bahwa Jambore itu sendiri dimulai tiga hari, yang turut menyertakan sebanyak 245 santri dari 43 pesantren di berbagai provinsi di Indonesia.
“Untuk Jambore peringatan Hari Santri Nasional ini kita sebut dengan Jantara,” ungkap Lukman, sebagaimana informasi yang diterima Holopis.com, Minggu (22/10).
Dalam Jambore tersebut, Lukman juga menyebut bahwa ada sejumlah acara yang diikuti para santri, salah satunya mengenai perkenalan mitigasi bencana.
“Kita memperkenalkan seluruh santri yang mewakili pondok pesantrennya dari Sumatera, Jabodetabek, dari Pulau Jawa dan lain-lain, memperkenalkan resiko-resiko yang ada di pondok pesantren, karena biasanya di pondok pesantren kita memperkenalkan kitab, ngaji, tapi tidak memperkenalkan resiko bahwa di pesantren ini ada resiko ancaman terkait bencana,” ucapnya.
“Banyak contoh bencana seperti longsor, tsunami, banjir, dan sebagainya, dimana pesantren jadi salah satu yang terdampak dan korbannya ada korban jiwa, makanya kita memberikan kesiapsiagaan mitigasi dan edukasi kepada santri-santri ini untuk kita perkenalkan apa itu bencana, apa jenis bencana, kemudian kajian resiko bencana yang ada di wilayah masing-masing santri itu berada,” tambahnya.
Lanjutnya, Lukman menerangkan bahwa ada pun tujuannya, yakni supaya santri mengenal mengenai resiko bencana yang ada.
“Tujuannya biar santri mengenal bahwa apakah di pondok pesantren ini berisiko atau ngga, atau kah pernah mengalami kejadian bencana banjir, longsor, dsb atau ngga, dan ketika anak-anak santri mengenal kajian resiko, maka santri dapat menyelamatkan diri secara mandiri,” ujarnya lagi.
“Artinya mengurangi korban jiwa yang ada ketika para santri, pondok pesantren mengenali resiko-resiko dan ancaman wilayahnya,” sambungnya,
Selain itu, Lukman menyebut bahwa pihaknya sendiri telah memberikan bekal kepada para santri berupa pembelajaran peta resiko bencana.
“Selain itu, santri juga kita berikan peta resiko bencana; bagaimana sih kalau ada bencana, evakuasinya larinya kemana, dan apakah di pesantren ada jalur evakuasi? Dan ternyata hampir semua pesantren tidak ada jalur evakuasi, titik kumpul juga tidak ada, ini menimbulkan resiko lebih tinggi, minimal ada rambu, jalan evakuasi, titik kumpul hingga edukasi,” imbuhnya.