Ahmad Dahlan tercatat mulai menjadi santri sejak berusia 15 tahun. Ia tercatat pernah tinggal di Makkah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai mempelajari pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam.
Kemudian pada tahun 1903, Dahlan bertolak kembali ke Makkah dan menetap selama dua tahun. Di masa ini, ia sempat berguru kepada Syekh Ahmad Khatib, yang juga guru KH Hasyim Asyari.
Adapun KH Ahmad Dahlan didapuk sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1961 silam.
KH Wahid Hasyim
Sama hal dengan sang Ayah, KH Wahid Hasyim merupakan pahlawan nasional yang juga berlatar belakang santri. Ia tercatat sempat nyantri di Pesantren Siwalan, Panji, dan Lirboyo Kediri.
Pada usia 25 tahun, Wahid tercatat bergabung dengan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), yang merupakan federasi organisasi massa dan partai Islam kala itu. Setahun kemudian, Wahid didapuk sebagai ketua MIAI.
Wahid Hasyim juga tercatat sempat mengemban amanat sebagai pimpinan di organisasi bentukan ayahnya, yakni sebagai Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ia juga pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Wahid Hasyim sudah menjadi menteri negara sejak kabinet pertama Indonesia. Pada tahun 1945, ia ditunjuk sebagai Menteri Negara Urusan Agama Indonesia.
Dengan berbagai banyaknya kontribusi yang diberikan Wahid bagi agama dan bangsa, tak pelak bila dirinya dianugerahi gelar pahlawan bangsa. Wahid Hasyim sendiri merupakan ayah dari presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid yang dikenal dengan sebutan Gus Dur.
KH Zainal Mustofa
Pendiri Pesantren Sukamanah, Tasikmalaya KH Zainal Mustofa merupakan salah satu sosok Pahlawan Nasional dari Jawa Barat. Ia merupakan pejuang Islam pertama di tanah Pasundan yang mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah Jepang.
Zaenal adalah santri di pesantren Gunung Pari di bawah bimbingan Dimyati, kakak sepupunya, yang dikenal dengan nama KH Zainal Muhsin. Setelah nyantri di Gunung Pari, ia kemudian mondok di Pesantren Cilenga, Leuwisari, dan di Pesantren Sukamiskin, Bandung.