HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN pertama di Indoensia akan segera dibangun di Kepulauan Bangka Belitung pada November 2024, dan ditargetkan beroperasi pada tahun 2030 mendatang.

Seperti diketahui, nuklir memang menjadi salah satu energi yang dibutuhkan Indonesia untuk mencapai target net zero emission. Sebab, nuklir merupakan kontributor kedua energi bersih dunia, setelah hidro.

Namun di lain sisi, pembangkit nuklir juga akan menghasilkan limbah berbahaya saat beropasi. Lantas, bagaimana penanganan limbahnya?

Senior Manager Keselamatan Nuklir PT ThorCon Power Indonesia selaku pengembang PLTN pertama RI, Tagor Malam Sembiring mengatakan, bahwa penyimpanan lestari secara regulasi merupakan tugas negara.

Adapun penyimpanan lestari sendiri merupakan penempatan tahap akhir limbah radioaktif tingkat tinggi, yang tentunya sangat berbahaya bagi manusia dan juga lingkungan.

“Tapi kita tahu sampai sekarang negara belum menentukan di mana tempat penyimpanan lestari,” katanya, Kamis (19/10) seperti dikutip Holopis.com.

Tagor menjelaskan, bahwa dalam peta jalan transisi energi memang memuat pembangkit nuklir. Oleh karenanya, penyimpanan lestari ini harus dipikirkan oleh pemerintah.

“Dan BRIN Bapeten sudah mulai diskusi terutama Bapeten yang saya lihat,” katanya.

Menurutnya, penyimpanan lestari ini merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, mengingat kapasitas pembangkit nuklir yang akan beroperasi di Indonesia terbilang cukup besar.

Sebelum negara mengambil keputusan, lanjut Tagor, pihaknya juga telah berpikir untuk menangani limbah tersebut. Dia bilang, pihaknya akan menyiapkan tempat penyimpanan sementara.

Adapun limbah dari PLTN yang dikembangkan oleh ThorCon Power sendiri batu akan menghasilkan limbah setelah 8 tahun produksi, yakni sekitar tahun 2038.

“Berharap nanti di dalam kami sudah membuat tempat penyimpanan sementara itu, berharap nanti pemerintah sudah menentukan di mana lokasinya. Tadi, mengingat ada 8 tahun berarti kan 2038 kita baru menyetor limbah,” ujarnya.