HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dewan Energi Nasional (DEN) menilai ketahanan energi Indonesia masih belum kuat. Padahal, ketahanan energi dalam negeri merupakan hal yang paling utama untuk dipenuhi.
Hal itu tercermin dari kondisi perekonomian Indonesia yang masih goyah ketika mendapati harga minyak mentah dunia naik, seperti beberapa waktu belakangan ini, ketika harga minyak mentah dunia naik gejolak konflik geopolitik.
“Perang Rusia-Ukraina apalagi Palestina-Israel membuat energi terganggu, meningkatnya ICP (Indonesian Crude Price) minyak, gas dan memang ketahanan energi yang lebih utama dalam negeri adalah sumber kemandirian energi dalam negeri,” jelas Anggota DEN, Eri Purnomohadi dalam koknferensi pers yang dikutip Holopis.com, Rabu (18/10).
Apalagi, kata Eri, sektor energi Indonesia saat ini masih mengandalkan impor dari negara lain. Bagaimana tidak, impor Indonesia untuk komoditas energi gas dan minyak tercatat masih cukup tinggi.
“Impor kita tinggi gas 70%-an impor, crude, BBM impor, makanya dalam ketahanan energi kita belum dalam posisi sangat tahan dan kuat,” tegasnya.
Maka dari itu, Eri menilai Indonesia perlu memiliki sumber kemandirian energi salah satunya yang bisa dimanfaatkan melalui energi terbarukan seperti energi surya dan air.
“Sumber kemandirian energi dalam negeri misal pembangkit air, pembangkit surya yang harusnya jadi prioritas yang arahnya sama ke NZE (net zero emission),” tambahnya.
Selain itu ia juga menilai Indonesia perlu memiliki cadangan energi sebagai antisipasi jikalau ada konflik yang memicu krisis energi di kemudian hari.
“Kita harus punya cadangan, kalau nanti (misal) perang terus nggak ada yang ngirim crude (minyak mentah) ke sini, kita padahal konsumsinya kan 1,4 (juta barel per hari), produksi kita sekitar 600an (ribu barel per hari). Kita harus punya cadangan sekitar 30 hari, nanti sampai 2030 ini bertahap,” ungkapnya