HOLOPIS.COM, JAKARTA – Penyidik Polda Metro Jaya resmi melakukan penahanan terhadap Chief Operating Officer (COO) Miss Universe Indonesia, Andaria Sarah Dewia atau Sarah selama 20 hari mendatang.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, penyidik memilih menahan tersangka foto bugil dan body checking finalis Miss Universe itu dengan alasan takut melarikan diri.

“Alasan dilakukan penahanan mencegah tersangka ke luar negeri dan untuk memudahkan penyidikan,” kata Trunoyudho dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Jumat (13/10).

Sarah yang ditahan di Rutan Polda Metro itu padahal sebelumnya telah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada hari Kamis tanggal 12 Oktober 2023.

“Dan dilakukan penahanan di Rutan Polda Metro Jaya pada tanggal 13 Oktober 2023,” imbuhnya.

Dalam kasus ini, Sarah dijerat Pasal 5 dan 6 juncto Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Bunyi Pasal 5 UU TPKS ;
Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara non-fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual non-fisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Bunyi Pasal 6 UU TPKS ;
Dipidana karena pelecehan seksual fisik:

a. Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

b. Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

c. Setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Bunyi Pasal 14 UU TPKS ;
(1) Setiap Orang yang tanpa hak:

a. melakukan perekaman dan/ atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar;

b. mentransmisikan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau

c. melakukan penguntitan dan/atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual, dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud:

a. untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau

b. menyesatkan dan/atau memperdaya, seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(3) Kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan delik aduan, kecuali Korban adalah Anak atau Penyandang Disabilitas.

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan demi kepentingan umum atau untuk pembelaan atas dirinya sendiri dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual, tidak dapat dipidana.

(5) Dalam hal Korban kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan Anak atau Penyandang Disabilitas, adanya kehendak atau persetujuan Korban tidak menghapuskan tuntutan pidana.

Bunyi Pasal 15 UU TPKS l
(1) Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 ditambah 1/3 (satu per tiga), jika:

a. dilakukan dalam lingkup keluarga;

b. dilakukan oleh tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan;

c. dilakukan oleh pegawai, pengurus, atau petugas terhadap orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga;

d. dilakukan oleh pejabat publik, pemberi kerja, atasan, atau pengurus terhadap orang yang dipekerjakan atau bekerja dengannya;

e. dilakukan lebih dari I (satu) kali atau dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) orang;

f. dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu;

g. dilakukan terhadap Anak;

h. dilakukan terhadap Penyandang Disabilitas;

i. dilakukan terhadap perempuan hamil;

j. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;

k. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, situasi konflik, bencana, atau perang;

l. dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik;

m. Korban mengalami luka berat, berdampak psikologis berat, atau penyakit menular;

n. mengakibatkan terhentinya dan/ atau rusaknya fungsi reproduksi; dan/ atau

o. mengakibatkan Korban meninggal dunia.

(2) Ketentuan mengenai penambahan 1/3 (satu per tiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I tidak berlaku bagi Pasal 14.