Berdasarkan berkas berita acara pemeriksaan yang ada dari perkara ini, Prof Eddy menegaskan bahwa jenazah Mirna Salihin sudah dilakukan autopsi sesuai dengan prosedur yang ada. Memang dalam praktiknya, proses autopsi tidak dilakukan secara menyeluruh seperti yang dijelaskan dr Djaja.

“Jadi Mirna itu diautopsi pada tanggal 10 Januari, 3 hari setelah kematian itu. Bahwa tidak seluruh sample diambil pada otak dan lain sebagainya, kenapa, karena sudah terbukti dari awal (penyebab kematiannya -red),” terang Eddy.

Ditemukan Sianida

Lebih lanjut, pakar hukum yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) tersebut menerangkan, bahwa tidak benar di dalam tubuh Mirna tak ada sianida. Ia menegaskan bahwa ditemukan kandungan sianida berdasarkan hasil pemeriksaan forensik.

“Ditemukan 0,2 mg/liter Sianida. Jangan dilihat separuh-separuh. Kita baca berita acara pemeriksaan dari Prof Budi Sampurna yang ahli forensik, benda itu dimasukkan berwujud NaCN, natrium sianida. Dia berbentuk seperti garam ya,” papar Prof Eddy.

Dari hasil pemeriksaan forensik itu, Eddy menyebut bahwa total kandungan sianida di dalam tibuh mendiang Wayan Mirna Salihin cukup untuk membuat seseorang meninggal dunia.

“NaCN yang terdapat di dalam lambung Mirna itu 950 mg/Liter. Itu kan sudah manjadi satu senyawa. Jadi tidak bisa dipilah-pilah,” tandasnya.