HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengacara Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan menegaskan bahwa sepanjang kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin sejak tahun 2016 hingga 2023, tidak pernah ada langkah autopsi dalam proses forensik terhadap penyebab kematian.
Padahal kata Otto, tidak ada satu orang pun termasuk hakim mengambil kesimpulan penyebab seseorang meninggal dunia secara tiba-tiba tanpa melalui proses autopsi.
“Di dunia ini tidak ada yang bisa seorang manusia pun kecuali dokter forensik bisa menyatakan seorang mati karena apa, yang mati dengan tiba-tiba bukan karena sakit, tanpa melalui autopsi,” kata Otto dalam keterangannya di Close The Door yang dikutip Holopis.com, Sabtu (7/10).
Advokat yang juga Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) tersebut mengaku sampai terbang ke Singapura untuk berdiskusi dengan dokter-dokter patologi di sana untuk mendapatkan petunjuk terhadap kasus kematian Mirna yang dituduhkan karena perbuatan Jessica.
“Saya pergi ke Singapura sebelum perkara dimulai, bertemu dengan dokter-dokter Singapura, dokter Singapura mengatakan mana autopsinya biar saya baca. Saya bilang nggak diautopsi. Mereka bilang, wah kalau ini terjadi di negara kami, ini no case, nggak bisa dibawa ini ke pengadilan,” terangnya.
Sehingga dengan demikian, ia pun mengaku sampai saat ini masih bertanya-tanya apa alasan Kepolisian tidak melakukan autopsi terhadap jasad Wayan Mirna Salihin untuk membuktikan kandungan racun sianida.
“Yang harusnya kita cari alasannya kenapa nggak diautopsi apa,” tukasnya.
Sebab kata dia, kasus ini jelas menjadi preseden buruk bagi dunia kedokteran dan dunia hukum di Indonesia. Dimana hakim memutus perkara terhadap sesuatu yang belum dibuktikan secara lengkap.
“Yang (jadi) korban, semua dosen di republik ini korban, karena saya mengajar juga di Gadjah Mada, saya ajarkan juga hal-hal soal autopsi. Berarti dosen-dosen saya bilang bego, semua ahli patologi di seluruh dunia bego semua,” tandasnya.
Hasil Sample, Tak Ditemukan Kandungan Sianida di Jasad Mirna
Lebih lanjut, Otto Hasibuan menekankan bahwa di dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin, tidak ada proses autopsi dilakukan untuk mendapatkan kebenaran dari perkara ini.
“Tidak diautopsi, dia hanya diambil sample sebagian,” tegas Otto.
Bahkan berdasarkan hasil pengambilan sample, pun tidak ditemukan adanya kandungan sianida. Ini yang membuat dirinya masih bertanya-tanya, apa yang sebenarnya menjadi penyebab Mirna meninggal dunia usai menenggak es kopi Vietnam di Oliver Caffe itu.
“Ketika 70 menit setelah Mirna meninggal, maka dilakukanlah pemeriksaan sample lambungnya Mirna. Masih fresh. Negatif sianida,” ucapnya.
Pun ditemukan siandia, kadarnya hanya 0,2 mg. Dan itu pun ditemukan 3 hari sebelum jasad Mirna dikebumikan.
“3 hari kemudian setelah mau dikubur, kemudian Krishna Murti datang untuk bisa diautopsi diambil sample, ditemukanlah 0,2 mg sianida,” jelas Otto.
Sehingga ini yang juga membuat dirinya bertanya-tanya, mengapa kandungan sianida dari sebelumnya tidak ada menjadi ada. Dan kadarnya pun jika dilihat skala masih jauh dari bawah rata-rata penyebab seseorang meninggal karena zat kimia tersebut.
“Pertanyaan saya, mungkin nggak tidak ada sianida sebelumnya, 3 hari kemudian jadi ada. kan nggak mungkin dari tidak ada jadi ada, kecuali ada sesuatu dong, kalau dari ada menjadi ada atau berkurang itu possible,” tukasnya.
Oleh sebab itu, Otto menilai wajar saja para saksi ahli yang pernah dihadirkannya menduga bahwa jika ada sianida di dalam jasad Mirna maka itu ada setelah adanya kematian.
“Ahli-ahli kita mengatakan kalau itu terjadi, ada yang memasukkan racun setelah Mirna meninggal. Possibility-nya begitu. Ada ahli yang mengatakan 0.2 mg itu mungkin itu adalah memang di dalam tubuh kita ada sianida, lalu keluar setelah beberapa hari (kematian),” pungkasnya.