HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung tidak menampik bakal menjerat pihak korporasi termasuk subkontraktor yang diduga terlibat dalam rangkaian kasus korupsi BTS 4G.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah menegaskan, pihaknya masih melengkapi alat bukti yang bisa digunakan untuk menjerat para korporasi yang terlibat.

“Kalau ada alat buktinya, itu bisa saja masuk,” kata Febrie dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Jumat (6/10).

Tak hanya itu, Febrie pun juga menjamin bahwa seluruh pihak yang ikut menerima aliran dana kasus korupsi tersebut akan ikut terseret menjadi pesakitan atas kasus yang merugikan negara hingga triliunan rupiah tersebut.

“Sedang didalami termasuk yang kemarin berkembang dalam persidangan,” tegasnya.

Sejumlah keterangan saksi di dalam persidangan kasus korupsi BTS sebelum ini telah mengutarakan aliran uang ke sejumlah pihak agar penyelidikan BTS tidak berlanjut.

Selain itu juga, aliran dana kepada sejumlah Kadiv Bakti-Kominfo dari anggota konsorsium dan subkontraktor karena membantu cairkan dana proyek meski pengerjaan proyek belum 100 persen. Serta, keuntungan pengerjaan proyek oleh para subkontraktor dan membantu dijadikan anggota konsorsium dan subkontraktor.

Diduga pengepul dana adalah Irwan Hermawan (Komisaris PT. Solitech Media Sinergy) dan Galumbang MS (Dirut PT. Moratelindo atas petunjuk Anang A. Latif (Dirut Bakti). Uang Rp 243 miliar yang terkumpul dari urunan anggota konsorsium dan subkontraktor diberikan kepada para pihak yang membantu dapat mengamankan penyelidikan melalui Windi Purnama (Dirut PT. Multimedia Berdikari Sejahtera).

Disebutlah nama-nama penerima, mulai Dito Ariotedjo sebesar Rp27 miliar, Edward Hutahaean Rp 15 miliar, Windu Aji Sutanto Rp 66 miliar melalui Wawan.

Berikutnya, kepada Komisi I DPR yang membidangi Komunikasi dan Informatika sebesar Rp 70 miliar melalui Nistra Yohan (Staf Ahli Anggota Komisi I DPR).

Serta, Sadikin dari BPK sebesar Rp 40 miliar dan terakhir (seperti disebut dalam BAP Irwan Hermawan) adalah Direktur Pertamina Erry Sugiharto sebesar Rp 10 miliar.

Pengerjaan proyek senilai Rp 10 triliun ini diketahui dibagi dalam tiga konsorsium. Pertama, konsorsium yang mengerjakan Paket 1 dan 2 terdiri dari PT. Fiber Home Technologies Indonesia, PT. Multi Trans Data dan PT. Telkominfra.

Konsorsium yang mengerjakan Paket 3, yakni PT. Huawei Tech Investment, PT. Aplikanusa Lintasarta dan PT. Surya Energi Indonesia.

Terakhir, konsorsium yang mengerjakan Paket 4 dan 5 adalah PT. ZTE Indonesia dan PT. Infrastruktur Bisnis Indonesia.

Dari sejumlah nama korporasi, yang sering disebut-sebut di ruang sidang, sementara ini adalah diduga Huawei, Lintasarta dan ZTE Indonesia.

Selain itu, dana yang dikumpul Irwan Hermawan dari korporasi dan subkontraktor juga diberikan kepada Kadiv Bakti, Tenaga Ahli dan Staf Menkominfo (saat itu) melalui Hapy sebesar Rp500 juta/bulan selama 20 kali.

Dari 11 nama yang disebut dalam BAP Irwan baru Elvano Hatorangan (PPK Kominfo) dan Feriandi Mirza (Kadiv Bakti) dijadikan tersangka bersama Dirut PT. Sansaine Exindo (Subkontraktor) Jemy Sutjiawan serta Windi Purnama dan Dirut PT. BUP (Pengerja Panel Surya BTS mIlik Happy Hapsoro) M. Yusrizki Muliawan.

Sementara, penerima aliran dana lainnya, diduga Dito Ariotedjo, Windu Aji Sutanto, Edward Hutahaean dan Erry Sugiharto masih berstatus saksi kendati sudah diperiksa, di Gedung Bundar.