HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menjebloskan mantan Wali Kota Bima, Muhammad Lutfi (MLI) ke jeruji besi alias bui, Kamis (5/10) malam.
Lutfi ditahan usai menjalank pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai tersangka korupsi pengadaan barang dan jasa proyek fiktif Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat hingga BPBD Bima.
“Untuk kebutuhan proses penyidikan, dilakukan penahanan pertama pada Tersangka MLI selama 20 hari, mulai 5 Oktober 2023 s/d 24 Oktober 2023 di Rutan KPK,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com.
Dalam komstruksi perkara diterangkan, Lutfi bersama dengan salah satu keluarga intinya mulai mengondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan oleh Pemerintah Kota Bima sekitar tahun 2019. Tahap awal pengondisian, sebut Firli, dengan meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima.
“Pembahasan lanjutannya yakni MLI memerintahkan beberapa pejabat di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk menyusun berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran besar dan proses penyusunannya dilakukan di rumah dinas jabatan Walikota Bima,” ujar Firli.
Adapun nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk Tahun Anggaran 2019 sampai dengan 2020 mencapai puluhan miliar rupiah. Kemudian Lutfi secara sepihak langsung menentukan para kontraktor yang bersedia untuk dimenangkan dalam pekerjaan proyek-proyek dimaksud.
“Proses lelang tetap berjalan akan tetapi hanya sebagai formalitas semata dan faktualnya para pemenang lelang tidak memenuhi kualifikasi persyaratan sebagaimana ketentuan,” ucap Firli.
Atas pengondisian itu, ungkap Firli, tersangka Lutfi menerima setoran uang dari para kontraktor yang dimenangkan dengan jumlah hingga mencapai Rp 8,6 miliar. Diantara proyek yang dimenangkan untuk para kontraktor yang menyetorkan uang itu yakni proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri, serta pengadaan listrik dan PJU perumahan Oi’Foo.
“Teknis penyetoran uangnya melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaan MLI termasuk anggota keluarganya,” ujar Firli.
Selain itu, sambung Firli, juga diduga ditemukan adanya penerimaan gratifikasi oleh Lutfi. Di antaranya dalam bentuk uang dari pihak-pihak lainnya.
Atas dugaan tersebut, tersangka Lutfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (i) dan atau Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Tim Penyidik tentu terus lakukan pendalaman lebih lanjut,” tandas Firli.