Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Direktur Utama PT. Amarta Karya (Persero), Catur Prabowo diduga menggunakan sejumlah modus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil korupsi terkait proyek pengadaan subkontratkor fiktif di PT Amarta Karya tahun 2018-2022. Salah satunya mentransfer uang ratusan juta ke rekening PT Adhi Persada Properti (APP), anak usaha PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) terkait pembelian satu unit apartemen tipe studio B di Apartemen Grand Taman Melati, Margonda Raya, Depok, Jawa Barat.

“Bahwa untuk menyamarkan atau menyembunyikan transaksi tersebut sebut terdakwa Catur Prabowo membelanjakan uang hasil tindak pidana korupsi yang kemudian dikirim ke rekening Bank Mandiri Nomor 1570066677890 atas nama PT Adhi Persada Properti secara bertahap dengan total sejumlah Rp 710.000.000,” kata jaksa seperti termaktub dalam surat dakwaan terdakwa Catur Prabowo, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (3/10).

Sidang perdana Catur sendiri telah bergulir di PN Tipikor Bandung, Jawa Barat pada Selasa kemarin. Sidang beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum pada KPK.

Adapun pembelian unit apartemen seluas 27,5 meter persegi itu terjadi pada tahun 2019. Dimana pembayarannya dilakukan secara bertahap sejak bulan Mei 2019 sampai dengan bukan Agustus 2019.

“Selain itu terdakwa mengatasnamakan aset tersebut kepada Amelia Riniyanti yang merupakan istri terdakwa,” ujar jaksa.

Pembelian apartemen di kawasan Margonda Raya itu merupakan salah satu modus dugaan pencucian uang terdakwa Catur. Dimana dalam kurun waktu tahun 2018 hingga tahun 2020, Catur diduga menggunakan modus membelanjakan atau bertransaksi dengan total Rp 10.109.405.092.

Tak hanya pembelian Apartemen Grand Taman Melati, Catur juga disebut membeli lahan seluas 307,40 meter persegi pada tahun 2019. Lahan yang berlokasi di Perumahan Serenia Hills Unit O-6, Lebak Bulus, Jaksel itu dibeli Catur dari PT Inti Gria Perdana seharga Rp 8.043.811.092.

“Seolah-olah (pembelian lahan) terdakwa Catur Prabowo meminjam uang dari Bambang Suparno untuk pembelian harta kekayaan berupa rumah di Perumahan Serenia Hills dengan membuat permohonan peminjaman uang, menyiapkan kuitansi dan membuat surat kuasa jual kepada Bambang Suparno,” kata jaksa.

Kemudian, Catur juga membeli unit apartemen di Apartemen Sky House BSD Tower, Tanggerang secara bertahap dengan total uang yang telah disetorkan sejumlah Rp 985.884.000. Lalu, Catur juga membeli 2 unit sepeda Bromton type Explore senilai Rp 129.160.000.

Tak hanya itu, Catur juga menempatkan dana senilai Rp 394.395.908 di PT Indo Premier Sekuritas untuk pembelian saham. Serta menitipkan uang Rp 153,8 juta kepada Deden Prayoga dan Sri Wulan Dhani senilai Rp 240 juta.

“Telah dibelanjakan sebesar Rp 10.109.405.092 untuk pembelian tanah, bangunan, sepeda tersebut serta penempatan uang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut,” tutur jaksa.

Atas dugaan TPPU itu, Catur didakwa dengan Pasal 3 Undang Undang RI nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Terkait perkara korupsi, Catur didakwa diuntungan sebesar Rp 30.140.137.677 atas korupsi proyek pengadaan subkontratkor fiktif di PT Amarta Karya tahun 2018-2022 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 46.085.415.706 (Rp 46 miliar). Tindak pidana itu diduga dilakukan Catur bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT. Amarta Karya, Trisna Sutisna; Kepala Devisi Keuangan, Pandhit Seno Aji; Staf Akuntansi, Deden Prayoga.

Catur diduga bersama Trisna dan Deden merekayasa dan melakukan pembayaran pekerjaan fiktif kepada CV. Cahaya Gemilang, CV. Guntur Gemilang, dan CV. Perjuangan, serta perorangan untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Setidaknya tercatat ada 22 proyek pengerjaan perusahaan plat merah bidang konstruksi itu yang pembayarannya melalui CV. Cahaya Gemilang, CV. Guntur Gemilang, dan CV. Perjuangan.

“Bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut adalah pekerjaan fiktif dimana CV Cahaya Gemilang, CV Guntur Gemilang, dan CV Perjuangan tidak pernah melaksanakan pekerjaan tersebut,” kata jaksa.

Atas pekerjaan fiktif itu, PT Amarta Karya membayarkan sejumlah uang ke CV Guntur Gemilang senilai Rp 17,4 miliar, CV Cahaya Gemilang senilai Rp 13,8 miliar, dan CV Perjuangan senilai Rp 12,7 miliar. Selain itu juga dilakukan pembayaran kepada rekening perseorangan seolah-olah sebagai vendor penyedia alat atau bahan yang digunakan PT Amarta Karya.

“Bahwa total pembayaran yang dikeluarkan PT AMKA (Amarta Karya) atas pekerjaan fiktif dalam kurun waktu tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 sejumlah Rp 46.085.415.706,” ungkap jaksa.

Selain Catur sejumlah pihak juga diuntungkan. Yakni, Trisna Sutisna sejumlah Rp 1.321.072.184; Royaldi Rosman senilai Rp 938.578.000; I Wayan Sudenia senilai Rp 8.429.286.855; Firman Sri Sugiharto senilai Rp 870.000.000; Rusna Reinaldi senilai Rp 273.800.000; serta Phandit Seno Aji dan Deden Prayoga senilai Rp 4.122.028.228.

Atas dugaan tersebut, Catur didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 Juncto pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.

“Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikam keuangan negara sejumlah Rp 46.085.415.706 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” ucap jaksa.