HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berbicara terkait wacana penerapan pajak karbon, mengingat pemerintah telah resmi meluncurkan Bursa Karbon Indonesia secara perdana pada Selasa (26/9).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, pajak karbon tidak harus diterapkan dalam skema perdagangan karbon. Sebab ia menilai, perdagangan melalui bursa karbon sudah memiliki potensi besar untuk mendukung perekonomian nasional.
“Tidak harus ada pajak karbon karena kami melihat potensi karbon itu sektor demi sektornya menjanjikan, seperti sektor kehutanan untuk pasar karbonnya tidak butuh pajak karbon. Jadi kalau pasar karbon tidak membutuhkan pajak karbon,” kata Febrio dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Selasa (26/9).
Kendati demikian, pemerintah masih akan melihat terlebih dahulu bagaimana efektivitas pelaksanaan bursa karbon Indonesia, sembari terus mengkaji peta jalan atau roadmap penerapan pajak karbon dengan mempertimbangkan berbagai aspek, meskipun ia menilai pasar karbon sejauh ini belum membutuhkan pajak karbon.
“Kalau pajak karbon kami siapkan roadmap-nya, sektor mana yang kita harapkan suatu saat kita terapkan itu tidak terdisrupsi, pertumbuhan ekonominya tidak terganggu, inflasi tidak naik, dan lapangan kerja tidak terganggu. Itu yang kami siapkan, jadi pasar karbon yang sekarang tidak butuh pajak karbon,” jelasnya.
Sementara itu, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat meluncurkan sekaligus membuka Perdagangan Perdana Bursa Karbon Indonesia juga mengatakan, bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam hal perdagangan karbon, yakni mencapai Rp3.000 triliun.
Dia pun mengaku optimistis bahwa Indonesia mampu menjadi poros karbon dunia. Terlebih, saat ini Indonesia telah memiliki bursa karbon pertama.
“Saya sangat optimistis Indonesia bisa menjadi poros karbon dunia, asalkan langkah-langkah konkret tersebut digarap secara konsisten dan bersama-sama seluruh pemangku kepentingan,” ujar Jokowi, Selasa (26/9).