Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan bahwa ada sebuah ajaran tasawuf yang mengajarkan tentang doa Nabi Muhammad SAW yang cukup kontroversial.

Bukan soal keabsahan dari hadist itu, akan tetapi banyaknya orang yang salah memahami maksud dari hadist itu.

“Ada sebuah hadist sahih yang sangat terkenal yang sering disalahpahami,” kata Mahfud MD dalam pidatonya di acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Jumat (23/9) seperti dikutip Holopis.com.

Doa Nabi Muhammad SAW yang dimaksud Mahfud MD adalah berasal dari hadist riwayat Imam Tirmidzi dengan nomor hadist 2.275 yang berbunyi ;

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا، وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا، وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ المَسَاكِينِ يَوْمَ القِيَامَةِ

Latin : Allahumma ahyini miskinan wa amtini miskinan wahsyurni fi zumratin al-miskini yaumal-qiyamati.

Artinya ; “Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai seorang miskin, matikanlah aku sebagai seorang miskin, dan giringlah aku pada hari kiamat bersama kelompoknya orang-orang miskin.”

Jika ditelaah lebih lanjut, doa tersebut sebenarnya adalah pendidikan moral dari Nabi kepada umatnya bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik. Bukan untuk mengajarkan orang-orang awam khususnya kaum fakir miskin dan kaum dhuafa untuk menjadi miskin.

“Ini sebenarnya pelajaran moral dan hadist itu hanya doanya pemimpin, bukan doanya orang miskin,” terang Mahfud.

Oleh sebab itu, tokoh asal Madura itu mengingatkan agar doa tersebut tidak diajarkan kepada kalangan bawah, sebab doa pendidikan moral itu bukan ditujukan kepada mereka.

“Jangan orang-orang lalu disuruh miskin semua. Nabi memberikan ajaran moral kalau anda jadi pemimpin (maka) siaplah menjadi miskin, bukan memperkaya diri sendiri lalu rakyatnya (disuruh miskin), ndak,” ujarnya.

Sebagai seorang pemimpin, Mahfud menegaskan bahwa seseorang harus bisa menaruh empati kepada rakyatnya khususnya bagi mereka yang memiliki tingkat kesejahteraan rendah. Karena bagi pemimpin, bukan dia menumpuk kekayaan sendiri sementara rakyatnya masih dalam kondisi miskin.

“Itu artinya, pemimpin itu harus empati terhadap orang miskin, bukan lalu memperbanyak orang miskin. Itu filosofinya,” tendasnya.

“Jangan ajarkan doa begitu kepada orang miskin, ndak boleh. Kalau ajarkan pejabat, ajarkan itu, biar saya siap miskin asal rakyat saya makmur, nah itu cara nabi memimpin, sehingga dia sangat empati sekali,” sambungnya.

Dengan demikian, ia menilai bahwa pemerintah sudah mengupayakan itu dengan hadirnya Baznas. Ia menganggap bahwa lembaga amil zakat ini adalah jembatan pemerintah dalam menyentuh kaum fakir miskin agar tetap bisa mendapatkan akses terhadap hak-hak normatifnya sebagai manusia.

“Baznas merupakan salah satu upaya dari itu,” ucap Mahfud.