HOLOPIS.COM, JAKARTA – Akun anomin Partai Socmed memberikan catatan kritis kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terkesan lebih memilih bertemu dengan perusahaan layanan fintech lending ketimbang dengan kosumen perusahaan pinjaman online (pinjol) itu.
Hal ini diutarakan akun sosmed Twitter itu usai membaca respons OJK atas aduan publik terkait adanya pelanggan AdaKami yang bunuh diri karena diteror penagih dan terlilit utang pinjaman di perusahaan yang dipimpin oleh Bernardino Moningka Vega Jr itu.
“Ada beberapa poin yang tidak jelas, tidak menyelesaikan masalah, bahkan tidak mencerminkan OJK sebagai regulator,” tulis @PartaiSocmed seperti dikutip Holopis.com, Jumat (22/9).
Catatan penting disampaikan Partai Socmed tersebut adalah, bunga maksimal yang diterapkan oleh perusahaan fintech ternyata bukan produk kebijakan OJK maupun Kementerian Keuangan. Akan tetapi oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Jika regulasi tentang batas maksimal bunga ini ditetapkan oleh AFPI, ia menuding bahwa ini adalah bentuk dari praktik kartel yang dijalankan oleh para pelaku usaha pinjaman online atau fintech lending peer to peer itu.
“Ini jelas praktek kartel yang mendikte negara. Mohon pihak KPPU mulai melakukan investigasi,” ujarnya.
Yang cukup krusial dari itu adalah keberpihakan OJK selama ini. Partai Socmed menilai OJK cenderung memberikan karpet merah dan bermanja-manjaan dengan perusahaan fintech lending ketimbang dengan perusahaan. Ketika ada masalah, OJK hanya akan memanggil pihak perusahaan, sementara untuk masyarakat atau pelanggan tidak pernah dipanggil dan hanya diberikan layanan contact center yang menurut mereka tidak pernah ditindaklanjuti oleh OJK.
“Ada relasi tidak seimbang yang dibangun oleh OJK antara perusahaan pinjol dan konsumen. OJK bersedia menemui manajemen perusahaan pinjol tapi enggan menerima kunjungan para korbannya. Kita semua tahu email pengaduan ke OJK tidak ditindaklanjuti sama sekali,” tukasnya.
Di sisi lain, Partai Socmed juga menyoroti statemen dari OJK yang dinilainya sangat ngawur dan tidak masuk akal sebagai regulator. Yang mana dalam kasus AdaKami, OJK memerintahkan pihak Fintect untuk melakukan investigasi internal. Padahal menurutnya, investigasi itu seharusnya dilakukan oleh OJK maupun instrumen negara lainnya.
“Dan ini solusi paling absurd dari OJK. Meminta Adakami melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Adakami sendiri. Hellow tok tok tok!! Sebagai regulator mengapa bukan OJK yang melakukan investigasi? Apa gunanya kalian?,” tandasnya.
Ada alasan yang cukup menyedot sentimen Partai Socmed di dalam kasus AdaKami yang ditangani OJK. Ia pesimis kasus ini bakal tuntas dengan kondisi OJK yang disebut-sebut menerima uang iuran dari para perusahaan fintect lending.
“Kami minta perhatian DPR RI untuk menyikapi, karena masalah ini bersumber dari UU OJK yang mengijinkan OJK Indonesia menarik iuran dari lembaga keuangan yang diawasinya. Bagaimana mungkin satu pihak bisa mengawasi pihak-pihak yang menghidupinya? Apa yang kalian pikirkan saat bikin UU itu?,” ketus Partai Socmed.
OJK memerintahkan AdaKami utk melakukan investigasi lebih lanjut terkait order fiktif, antara lain dg meminta informasi kepada platform market place atau e-commerce terkait untuk mengetahui siapa sebenarnya pihak yg melakukan order fiktif & segera melaporkan hasilnya kepada OJK.
— OJK Indonesia (@ojkindonesia) September 21, 2023