HOLOPIS.COM, JAKARTA – Majelis etik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mutuskan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak tak terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Majelis etik menyatakan Johanis tak melanggar Pasal 4 ayat (2) huruf a dan b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.

Putusan ini dibacakan oleh Ketua Majelis Etik Harjono di Kantor Dewas KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (21/9). Hadir pula anggota Dewas KPK lainnya yakni Albertina Ho dan Syamsuddin Haris yang juga membacakan vonis etik ini.

“Menyatakan terperiksa saudara Johanis Tanak tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku,” kata Ketua Majelis Etik, Harjono, seperti dikutip Holopis.com.

Diketahui, Johanis harus disidang etik karena percakapan dengan Plh Dirjen Minerba Idris Froyoto Sihite melalui pesan singkat yang tersebar di media sosial. Ada beberapa tangkapan layar yang diunggah akun itu berisi pembahasan tentang pekerjaan dan terdapat kalimat ‘di belakang layar’. Selain itu, ada juga percakapan yang ternyata membahas Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Majelis etik membenarkan adanya percakapan yang dilakukan Johanis dengan pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Idris Sihite. Sejumlah pesan juga sudah dihapus olehnya.

Namun, Johanis dianggap tidak melanggar aturan. Dewas KPK juga menilai Komisioner Lembaga Antirasuah itu tidak sepenuhnya merespons Idris.

Dissenting Opinion

Putusan ini diwarnai dissenting opinion atau pendapat berbeda. Anggota majelis etik Albertina Ho menilai Johanis Tanak seharusnya terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Sebab, menurut Albertina, Johanis telah terbukti mengirim pesan sebanyak tiga kali kepada Plh Dirjen Minerba sekaligus Kepala Biro Hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite pada tanggal 27 Maret 2023.

Padahal, KPK pada waktu yang bersamaan sedang melakukan kegiatan penggeledahan di Kantor Kementerian ESDM terkait kasus dugaan korupsi manipulasi tunjangan kinerja (tukin). Albertina menilai komunikasi yang dilakukan Johanis dengan pejabat Kementerian ESDM tersebut berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.

“Terperiksa (Johanis Tanak) terbukti secara sah dan meyakinkan tidak memberitahukan kepada sesama pimpinan mengenai komunikasi yang telah dilaksanakan dengan pihak lain yang diduga menimbulkan benturan kepentingan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi sebagaimana Pasal 4 ayat 1 huruf j Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” ungkap Albertina.

Meski Albertina miliki pandangan berbeda, majelis etik pada akhirnya memutuskan jika Johanis Tanak tak terbukti bersalah. Majelis etik mengklaim putusan ini telah mempertimbangkan semua fakta dalam persidangan. Selain memutus tidak bersalah, majelis etik juga memulihkan harkat dan martabat serta nama baik Johanis.

“Memulihkan hak terperiksa saudara Johanis Tanak dalam kemampuan dan harkat serta martabatnya pada keadaan semula,” ucap Harjono.