HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Vice President (VP) Operation PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Logistics, April Churniawan (AC) dan Direktur Komersial PT BGR, Budi Susanto (BS), Jumat (15/9) malam.
Keduanya ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penyaluran bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2020 sampai 2021 di Kementerian Sosial (Kemsos RI).
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, kedua tersangka ditahan untuk 20 hari pertama di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
“Untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka BS dan Tersangka AC di Rutan KPK untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung 15 September 2023 sampai dengan 4 Oktober 2023,” ujar Nurul Ghufron dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com.
Diketahui, KPK sejauh ini baru menjerat enam orang dalam kasus ini. Yakni, mantan Direktur Utama (Dirut) PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Logistics sekaligus eks Dirut PT Transjakarta, M Kuncoro Wibowo (MKW);
Direktur Komersial PT BGR, Budi Susanto (BS); dan Vice President (VP) Operation PT BGR, April Churniawan (AC).
Kemudian, Ketua Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren (IW); Ketua Tim Penasihat PT PTP, Roni Ramdani (RR); dan GM PT PTP, Richard Cahyanto (RC). Ketiganya telah lebih dahulu dijebloskan ke jeruji besi. Dengan demikian, tinggal tersangka Kuncoro Wibowo yang belum dijebloskan ke jeruji besi.
“Kami ingatkan pada Tersangka MKW untuk kooperatif hadir kembali pada
pemanggilan selanjutnya,” ucap Ghufron.
Diketahui, dugaan rasuah ini bermula ketika Kemensos memilih PT BGR yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang jasa logistik sebagai distributor bantuan sosial beras (BSB) untuk menyalurkan bansos kepada keluarga penerima manfaat dalam rangka penanganan dampak Covid 19 dengan nilai kontrak Rp 326 Miliar.
Atas sepengetahuan Kuncoro Wibowo dan Budi, April Churniawan secara sepihak menunjuk PT PTP milik Richard Cahyanto. KPK menduga penunjukkan tersebut tanpa didahului dengan proses seleksi untuk menggantikan PT DIB Persero yang belum memiliki dokumen legalitas jelas terkait pendirian perusahaannya.
PT PTP lantas membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi bantuan sosial berupa beras. Hal tersebut atas ide Ivo Wongkaren, Roni Ramdani dan Richard Cahyanto.
Nah, pada periode September sampai Desember 2020, Roni Ramdani menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT BGR. Atas tagihan itu, kemudian PT BGR membayar Rp 151 miliar yang dikirimkan ke rekening bank atas nama PT PTP. Pada periode Oktober 2020 sampai Januari 2021, terdapat penarikan uang sebesar Rp 125 miliar dari rekening PT PTP yang penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bansos.
Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata sebelumnya memastikan jika penyidik KPK mendalami pembayaran uang Rp 151 miliar dan penarikan uang Rp 125 miliar yang diduga tak bisa dipertanggungjawabkan itu dalam proses penyidikan.
“Itu dipenyidikan, artinya kan begini kontrak BGR 300 sekian, kemudian BGR kerjasama dengan PT PTP, ternyata PT PTP itu kan ngga kerja tapi dapat duit 150 miliar sekian, bisa jadi biaya distribusi itu sebenernya ngga sampai 300 sekian, 150 berapa kalau tidak salah,” ungkap Alex, sapaan Alexander Marwata.
Alex pun tak membantah atau mengamini adanya dugaan penggelembungan (mark up) harga pada paket pengerjaan distribusi bansos beras tersebut. Alex juga memastikan dugaan tersebut juga bakal didalami penyidik dalam proses penyidikan.
Terlebih dalam kasus ini, KPK mengungkap terjadi kerugian negara hingga Rp 127,5 miliar. Adapun Ivo, Richard, dan Roni diduga mendapat keuntungan Rp 18,8 miliar atas dugaan korupsi tersebut.
“Yaa eee itu penyidik lah yang akan mendalami,” tegas Alex.