HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Ketua Umum Partai Keadilan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Selasa (5/9). Cak Imin dijadwalkan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker).
Demikian dikatakan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri. Dikatakan Ali, pihaknya telah melayangkan surat panggilan secara patut pada 31 Agustus lalu.
“Hari ini (5/9) tim penyidik mengagendakan pemanggilan dan pemeriksaan sebagai saksi atasnama Muhaimin Iskandar (anggota DPR RI) untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK, pukul 10.00 Wib,” ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keteranganya, seperti dikutip Holopis.com.
Terpisah, Cak Imin melalui akun Youtube Najwa Shihab mengaku ada acara lain di luar kota pada hari ini. Alhasil, Cak Imin akan meminta penundaan jadwal pemeriksaannya hari ini.
“Saya sudah dijadwalkan oleh teman-teman Jami’atul Quro’ wal Huffadz (JQH) organisasi para hafiz dan qori Quran NU, jadi saya sudah dijadwalkan lama untuk membuka forum MTQ Internasional dari banyak negara, sebagai wakil ketua DPR saya harus membuka itu,” ucap Cak Imin dikutip dari akun Youtube Najwa Shihab yang tayang pada Senin (4/9) malam.
Sebenarnya, kata Cak Imin dirinya ingin memenuhi panggilan pemeriksaan ini. Cak Imin memastikan dirinya akan hadir memenuhi panggilan penyidik selanjutnya dan siap menjelaskan apapun yang diketahuinya.
“Saya harus hormati dan dukung penuh semua langkah-langkah KPK. Saya komitmen, makanya saya beberapa kali diminta datang oleh KPK, saya datang dan saya jelaskan semuanya,” ujar dia.
Ali membenarkan Cak Imin tak dapat hadir dalam pemeriksaan yang telah diagendakan pihaknya hari ini. Dalam surat pemberitahuan yang dilayangkan ke KPK, Cak Imin meminta penjadwalan ulang pemeriksannya. Alhasil penyidik memutuskan penjadwalan ulang pemeriksaan bakal calon Wakil Presiden 2024 yang berpasangan dengan calon presiden Anies Baswedan itu dilakukan pada pekan depan.
“Informasi yang kami peroleh dari penyidik KPK bahwa telah menerima surat konfirmasi dari saksi ini tidak bisa hadir karena agenda lain di tempat lain dan meminta wakru agar bisa diperiksa sebagai saksi pada Kamis 7 September. Namun tadi penyidik KPK sudah menyampailan pada kami karena hari Kamis ada agenda lain, oleh karena itu Tim Penyidik akan menjadwalkan kembali pada saksi ini minggu depan,” kata Ali.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur sebelumnya mengungkap proyek pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) yang berujung rasuah dan diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjadi pada 2012. Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) saat itu dikomandoi oleh Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Ketum PKB itu diketahui menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja (Menaker) periode 2009-2014 dalam Kabinet Indonesia Bersatu II di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dalam kasus ini, KPK dikabarkan telah menetapkan tiga orang tersangka. Berdasarkan informasi yang dihimpun, tiga tersangka itu yakni, Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Kemenaker, I Nyoman Darmanta; Direktur PT Adi Inti Mandiri, Kurnia; dan Reyna Usman.
PT Adi Inti Mandiri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultan Teknologi Informasi (IT). Sementara Reyna Usman sempat menjabat Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja saat Muhaimin Iskandar menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Reyna merintis karier di Kemnaker RI dari tahun 1986 hingga purna tugas di tahun 2021.
Selain di Kemnaker, Reyna Usman merupakan anak buah Muhaimin Iskandar di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Reyna dikabarkan mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI dapil Gorontalo. Reyna sempat menjabat Wakil Ketua DPW Bali.
Proyek pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) berada di bawah Direktrorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta). Harga paket proyek pada tahun 2012 senilai Rp 20 miliar.
KPK menduga korupsi ini bermoduskan penggelembungan harga (mark up) terkait pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia. Dugaan korupsi itu merugikan keuangan negara miliaran Rupiah.