Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil menilai bahwa ada upaya untuk menggembosi dan mengendorse di balik gugatan batas usia minimal dan maksimal capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan oleh sejumlah pihak.

“Jadi dua (gugatan) yang muncul di MK itu menunjukkan yang satu mengembos yang satu mengendorse,” kata Nasir Djamil dalam keterangannya, Kamis (24/8) seperti dikutip Holopis.com.

Dugaan menggembosi itu terlihat dari adanya gugatan batas usia maksimal capres-cawapres hanya 70 tahun. Sementara, di sisi lain terlihat diduga adanya upaya untuk mendorong figur muda dipaksakan maju di Pilpres 2024 dengan menggugat batas minimal capres-cawapres di usia 35 tahun.

“Jadi memang ini kalau dilihat secara sekilas ini seperti menggembos dan mengendorse,” ujarnya.

Ia juga menyayangkan terhadap adanya gugatan-gugatan di MK tersebut. Menurutnya, hal itu seharusnya bisa diusulkan melalui revisi UU Pemilu di DPR RI. Bukan di gugatan MK yang tidak memiliki legal standing pada perubahan UU. Karena perubahan isi UU merupakan open legal policy yang dimiliki oleh pembuatnya yakni DPR RI bersama pemerintah.

“Jadi cuma memang yang saya sayangkan kenapa harus ke MK, kenapa tidak dibuka ruang di DPR ini,” tukas Nasir Djamil.

Lebih lanjut, pria kelahiran Medan yang saat ini menjadi Dapil Aceh tersebut menduga kuat ada indikasi tertentu di balik gugatan-gugatan itu di MK.

“Mungkin kekhawatirannya di DPR banyak pihak yang berkepentingan, nanti ada deadlock sebagainya, atau mungkin kalau di DPR lebih riuh lebih gemuruh karena menyangkut kandidat kandidat,” sambungnya.

Ia berpandangan jika gugatan di MK tersebut tidak lah pantas. Ia berharap agar MK bijak dalam menyikapi adanya gugatan-gugatan semacam itu. Jangan sampai di kemudian hari menjadi preseden dan publik menganggap MK sebagai tempat sampah.

“Akhirnya MK menjadi satu tempat keranjang sampah semua dibuang ke situ, jadi mahkamah keranjang sampah, jadi tempat buang sampah semua. Seharusnya kan DPR berinisiatif mengambil tanggung jawab itu jangan diserahkan ke MK,” ucapnya.