HOLOPIS.COM, JAKARTA – Bupati nonaktif Meranti Muhammad Adil didakwa menerima uang dengan total sekitar 18.030.222,003,8 dari sejumlah pihak dan memberikan uang Rp 1.000.000.000 kepada Ketua Tim Pemeriksa pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa. Salah satu penerimaan uang berasal dari PT Tanur Muthmainnah.
Demikian terungkap dalam surat dakwaan terdakwa Muhammad Adil yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (22/8). Adil disebut menerima uang Rp 750 juta dari PT Tanur Muthmainnah Tour.
“Bahwa Terdakwa mengetahui atau patut dapat menduga penerimaan uang sebesar Rp 750.000.000 dari Fitria Nengsih selaku selaku perwakilan PT Tanur Muthmainnah Tour dimaksudkan agar Terdakwa selaku Bupati Kepulauan Meranti memberikan Pekerjaan Penyediaan Perjalanan Ibadah Umroh Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun Anggaran 2022 kepada PT Tanur Muthmainnah Tour,” ungkap jaksa, seperti dikutip Holopis.com.
Proyek perjalanan umroh itu berada dalam ruang lingkup bagian kesejahteraan rakyat Sekretariat Daerah (Sekda) Kabupaten Meranti. Selain mewakili PT Tanur Muthmainnah Tour, Fitria Nengsih menempati posisi Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Meranti.
PT Tanur Muthmainnah Tour adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa travel umroh dan haji yang berkedudukan di Jakarta dengan susunan pengurus yaitu Muhammad Reza Fahlevi sebagai Direktur, dan Maria Giptia sebagai Komisaris Utama dan Heny Fitriani sebagai komisaris. Proyek itu berawal dari program dan misi Adil untuk memberangkatkan umroh kepada Guru Ngaji, Imam Masjid dan Pegawai Berprestasi sebanyak 2.000 orang secara bertahap di Kabupaten Kepulauan Meranti.
“Kemudian setelah mengetahui adanya program umroh tersebut, Fitria Nengsih
berkeinginan agar PT Tanur Muthmainnah Tour ditunjuk sebagai pelaksana program tersebut, untuk itu sekira pertengahan tahun 2021, bertempat di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta, Terdakwa dan Fitria Nengsih melakukan pertemuan dengan Heny Fitriani dan Deny Surya Abdul Rahman selaku pemilik PT Tanur Muthmainnah Tour. Dalam pertemuan tersebut Terdakwa menyampaikan terkait program pemberangkatan umroh bagi Guru Ngaji, Imam Masjid dan Pegawai Berprestasi sebanyak 2.000 orang secara bertahap pada Kabupaten Kepulauan Meranti dan Terdakwa juga menanyakan tentang kesanggupan PT Tanur Muthmainnah Tour untuk melaksanakan program tersebut, dengan Fitria Nengsih yang ditunjuk sebagai perwakilan PT Tanur Muthmainnah Tour. Atas penyampaian Terdakwa tersebut kemudian disanggupi oleh PT Tanur Muthmainnah Tour,” ujar jaksa.
Anggaran untuk memberangkatkan 250 jemaah peserta umroh senilai Rp 8.265.000.000. Sekira bulan Oktober 2022, Adil kemudian memerintahkan Mario Handono selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang Jasa untuk mengadakan Pekerjaan Penyediaan Perjalanan Ibadah Umroh pada Bagian Kesejahteraan Rakyat dengan menggunakan sistem E-Katalog.
Fitria Nengsih menggunakan PT Tanur Muthmainnah Tour dan PT Hamsa Mandiri Internasional Tours dalam mengajukan penawaran pemilihan penyedia barang / jasa melalui E-Katalog pada Paket Pekerjaan Penyediaan Perjalanan Ibadah Umroh Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun Anggaran (TA) 2022 di bagian ULP Kabupaten Kepulauan Meranti. PT Hamsa Mandiri Internasional Tours sengaja dilibatkan lantaran dalam persyaratan lelang dibutuhkan dua penyelenggara. Akhirnya proyek itu tetap dimenangkan oleh PT Tanur Muthmainnah Tour.
“Sekira awal November 2022, menindaklanjuti pertemuan dengan perwakilan pemilik PT Tanur Muthmainnah Tour dan PT Hamsa Mandiri Internasional Tours sebelumnya di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta, bertempat di Rumah Dinas Bupati Kepulauan Meranti, Terdakwa dan Fitria Nengsih membicarakan mengenai besaran uang fee yang akan didapatkan oleh Terdakwa. Fitria Nengsih menjanjikan akan memberikan uang fee sejumlah Rp 3.000.000 dikali dengan jumlah peserta Umrah yakni sebanyak 250 orang sehingga didapatkan jumlah uang fee yang akan didapatkan oleh Terdakwa adalah sejumlah Rp 750.000.000, dan atas hal ini disetujui oleh Terdakwa,” kata jaksa.
“Setelah adanya arahan Terdakwa dan kehadiran Masnani sebagai utusan Fitria Nengsih tersebut, masih pada tanggal 25 November 2022, Mario Handono meminta Syafrizal selaku PPK untuk mengklik keranjang belanja yang artinya
membeli atau melakukan pemesanan atas 250 paket Umroh dengan harga sebesar
Rp 32.950.000 per orang kepada penyedia jasa PT Tanur Muthmainnah Tour,” kata jaksa menambahkan.
PT Tanur Muthmainnah Tour kemudian memberangkatkan 250 jemaah Umroh pada 4 Desember 2022. Setelah PT Tanur Muthmainnah Tour menerima pembayaran
keseluruhannya sebesar Rp 8.237.500.000, selanjutnya pada tanggal 13 Januari 2023 sekira pukul 19.00 WIB, Fitria Nengsih menemui Adil di rumah Dinas Bupati Kepulauan Meranti yang beralamat di Jalan Dorak No 1 Kabupaten Meranti Provinsi Riau.
“Dan (Fitria Nengsih) menyerahkan uang sebesar Rp 750.000.000 sebagai uang fee sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya. Setelah menerima uang tersebut Terdakwa memasukkan uang tersebut ke dalam laci meja kerjanya,” ucap jaksa.
Atas perbuatan itu, Adil didakwa dengan Pasal 12 huruf a dan b Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan peneriman uang lainnya terkait dengan pemotongan pembayaran kepada pegawai negeri sipil (PNS) maupun penyelenggara negara di Kabupaten Meranti. Permintaan dana itu disebut Adil sebagai utang. Pemotongan dana itu masuk dalam anggaran 2022 sampai 2023.
“Bahwa adanya kewajiban memberikan uang kepada Terdakwa sebesar 10% dari
setiap pembayaran uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) tersebut dilakukan seakan-akan pihak Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau kas
daerah mempunyai hutang yang harus dibayar kepada Terdakwa, walaupun seluruh Kepala OPD Kabupaten Kepulauan Meranti maupun Kas Umum Daerah Kabupaten
Kepulauan Meranti sebenarnya tidak mempunyai hutang kepada Terdakwa, akan
tetapi Terdakwa tetap meminta untuk menyerahkan potongan uang sebesar 10%
pembayaran UP dan GU dari masing-masing OPD tersebut, seakan-akan merupakan
pembayaran hutang kepada Terdakwa,” kata jaksa.
Dalam kurun waktu itu, Adil diduga menerima uang pemotongan dari berbagai dinas Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dengan total Rp17.280.222.003,8.
Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih dan Bendahara Gaji BPKAD Dahliawati turut membantu Adil mengumpulkan uang tersebut. Adapun penyerahan selalu dilakukan di Rumah Dinas Bupati.
“Sehingga jumlah keseluruhan penerimaan uang potongan 10% dari pembayaran UP
dan GU kepada masing-masing OPD untuk TA. 2022 sampai dengan 2023 yang
diterima Terdakwa bersama-sama dengan Fitria Nengsih adalah sebesar
Rp 17.280.222.003,8,” ungkap jaksa.
Atas perbuatan itu, Terdakwa Adil didakwa dengan Pasal 12 huruf f Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberian uang dengan total Rp 1 miliar pada Februari sampai April 2023 kepada Ketua Tim Pemeriksa pada BPK Perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa dilakukan Adil bersama-sama dengan Fitria, staf BPKAD Dita Anggoro, dan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Fajar Triasmoko.
Menurut jaksa, pemberian uang itu dimaksudkan agar Fahmi mengondisikan hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Meranti pada 2022. Tujuannya agar wilayah itu mendapatkan predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK.
Atas perbuatan itu, Adil didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Memberikan uang yang seluruhnya sejumlah Rp 1.000.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Muhammad Fahmi Aressa dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuai dalam jabatannya,” ucap jaksa.