Kemudian, dirinya datang memenuhi panggilan penyidik Kejati Sultra pada Senin (17/7/2023) untuk menjalani pemeriksaan. Usai diperiksa, AA langsung ditahan selama 20 hari di Rutan Kendari.

Kepada penyidik, tersangka mengakui perbuatannya telah menerbitkan dokumen nikel yang berasal dari penambangan di wilayah IUP PT Antam seolah-olah berasal dari perusahaannya PT KKP.

Dengan menerbitkan dokumen tersebut, tersangka mendapatkan imbalan USD5 per metrik ton yang berlangsung sejak awal 2021 sampai akhir tahun 2022.

Akibat perbuatan tersangka tersebut hasil penambangan di wilayah IUP Antam yang dilakukan oleh PT Lawu Agung Mining (LAM) tidak diserahkan ke PT Antam selaku pemilik IUP. Akan tetapi dijual ke beberapa smelter dan hasilnya dinikmati oleh PT LAM, sehingga mengakibatkan kerugian negara.

Tersangka dapat melakukan penjualan dokumen tersebut karena di lahan tambang PT KKP tidak ada cadangan ore nikel. Akan tetapi dengan kerja sama beberapa pihak dan imbalan uang, PT KKP tetap mendapatkan RKAB setiap tahun dengan jumlah jutaan metrik ton.

Dalam kasus yang merugikan uang negara hingga Rp5,7 triliun tersebut, sudah 10 orang ditetapkan sebagai tersangka.

Teranyar, Kejagung menetapkan dua tersangka yakni RJ selaku mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM serta HJ selaku subkoordinator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Kementerian ESDM.