HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo atau Jokowi baru saja menyampaikan pidato ada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2023 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu pagi tadi.
Namun Anggota DPR RI Effendi Simbolon menilai, pidato yang disampaikan oleh Kepala Negara itu kurang greget. Penilaian itu tak lain karena masih digunakannya teleprompter sebagai bantuan Jokowi berpidato.
“Gue pengen aja tuh, Jokowi yang tidak ada teleprompter-nya, buang aja teleprompter terus dia ngomong aja sama kita,” kata Effendi di kawasan Gedung DPR RI sebagainana dikutip Holopis.com, Rabu (16/8).
Menurut Effendi, momen berpidato tersebut merupakan momen terakhir bagi Jokowi untuk menyampaikan pidato Sidang Tahunan MPR RI sebagai seorang Presiden.
Momen tersebut, juga sekaligus menjadi kompilasi bagi kepemimpinannya selama sembilan tahun menjabat sebagai presiden, yang seharusnya dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.
“Ini kan kompilasi sembilan tahun dia menjadi presiden, I know dia gak bilang ini pidato terakhirnya. Tapi masa (dia) lewatkan begitu saja sih,” kata Effendi.
Kendati demikian, Politisi PDIP itu menilai pidato yang disampaikan Jokowi pagi tadi memberikan penekanan tersendiri. Pasalnya, Jokowi dalam pidatonya menyampaikan keluh kesahnya yang mendapat banyak cacian dan makian selama menjadi RI 1.
Namun lagi-lagi, Effendi menilai Jokowi tidak sepenuhnya menyampaikan keluh kesahnya lantaran adanya teleprompter yang menjadi pembatas dirinya dalam berpidato.
“Ini yang dia sampaikan mungkin agak terbatas ya. Kalau itu dia lepas dari konteks teksnya, mungkin lebih enjoy tadi,” tukas Effendi.
Diberitakan Holopis.com sebelumnya, Presiden Jokowi dalam pidatonya menyinggung tentang cacian dan makian yang diarahkan kepadanya di media sosial.
Di antara cacian dan makian tersebut, Jokowi mengaku mengetahui ada yang menyebut dirinya bodoh dan tidak tahu apa-apa.
“Saya tahu ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, firaun, tolol. Ya ndak apa-apa, sebagai pribadi saya menerima saja,” ujar Jokowi.
Namun, dia merasa sedih karena cacian tersebut menandakan bahwa budi pekerti luhur bangsa telah hilang. Ia menyayangkan, kebebasan berpendapat dan demokrasi justru menimbulkan ‘polusi budaya’.