HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjung Pinang, Den Yealta (DY), Jumat (11/8). Mantan Ketua KPU Kepri itu ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.

“Untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka DY selama 20 hari pertama terhitung 11 Agustus 2023 sampai dengan 30 Agustus 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih,” ucap Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com.

Den Yealta ditahan usai menjalani pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas wilayah kota Tanjung Pinang tahun 2016 sampai dengan 2019. Den Yealta yang tampil mengenakan rompi tahanan hanya bungkam saat digelandang petugas KPK. Tak satu pun pertanyaan awak media direspons oleh Den Yealta.

Dalam konstruksi perkara, dijelaskan Asep, Ditjen Bea dan Cukai sekitar Desember 2015 mengirimkan surat resmi perihal evaluasi penetapan barang kena cukai (BKC) ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang berisi antara lain teguran pada BP Bintan terkait jumlah kuota rokok yang diterbitkan BP Bintan termasuk BP Tanjung Pinang ditahun 2015 melebihi dari yang seharusnya. Dimana sesuai ketentuan, sambung Asep, besaran kuota rokok hanya sebesar 51,9 juta batang sedangkan besaran kuota rokok yang diterbitkan sebesar 359,4 juta batang dengan kalkulasi selisih sebesar 693 persen.

“Selama DY menjabat, realisasi jumlah kuota hasil tembakau (rokok) telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya dengan ditandatanganinya 75 SK kuota,” kata Asep.

Untuk pemenuhan kuota rokok diwilayah Kota Tanjung Pinang, kata Asep, Den Yealta sama sekali tidak melakukan perhitungan dan penentuan kuota rokok sebagaimana pertimbangan jumlah kebutuhan secara wajar akan tetapi secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi di antaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang.

Selain itu, sambung Asep, Den Yealta juga tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok sehingga hasil perhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan, adanya jatah titipan kuota rokok disertai penetapan kuota rokok untuk beberapa perusahaan pabrik rokok lebih dari satu kali dalam satu tahun anggaran.

“Atas kebijakan DY tersebut, telah menguntungkan berbagai perusahaan pabrik dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok,” ungkap Asep.

Asep menyebut perbuatan tersangka Den Yealta itu diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 296,2 miliar. Atas dugaan perbuatannya itu, Den Yealta sendiri diduga sekitar Rp 4,4 miliar.

‘Atas tindakannya tersebut, DY menerima uang dari beberapa perusahaan rokok dengan besaran sejumlah sekitar Rp 4,4 miliar dan Tim Penyidik masih akan terus mendalami penerimaan uang-uang lainnya,” ucap Ali.

KPK menjerat Den Yealta dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.