HOLOPIS.COM, JAKARTA – Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe diduga menghabiskan uang miliaran rupiah untuk bermain bermain judi Kasino. Lukas bermain judi di Singapura dan di Manila, Filipina.

Hal tersebut terungkap dalam sidang a1alanjutan perkara suap dan gratifikasi dengan terdakwa Lukas saat mendengarkan keterangan saksi Dommy Yamamoto, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (9/8). Jaksa awalnya, membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Dommy Yamamoto.

“Keterangan saudara di BAP nomor 44, disini saudara menyebutkan bahwa rincian terkait jumlah uang yang berasal dari Lukas Enembe dengan total Rp 22,5 miliar yang saya tukarkan menjadi valas valuta asing SGD,” ucap Jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan BAP Dommy, seperti dikutip Holopis.com.

Dalam BAP Dommy yang dibacakan jaksa, terungkap sejumlah uang yang ditukarkan menjadi valuta asing dollar Singapura melalui rekening atas nama Agus Parlindungan. Dari uang yang ditukarkan itu, senilai Rp 2,5 miliar digunakan untuk Lukas main judi di Manila.

“Sebesar Rp 2,5 miliar dengan keterangan Yance Parubak Setda Sektor Papua, kemudian saya transaksikan pembelian valas bercampur dengan orang lain sejumlah Rp 2,629 miliar, valas senilai Rp 2,5 miliar digunakan untuk kepentingan judi Lukas Enembe,” kata Dommy.

Dalam persidangan, Jaksa juga mencecar alasan Dommy bisa membantu Lukas untuk berjudi di Singapura. Dommy mengaku diajak langsung oleh Lukas. Saat itu, dia bahkan membantu mendorongkan kursi roda yang digunakan Lukas.

“Di Manila saya diajak oleh beliau untuk membantu beliau mendorong kursi roda dan memberikan jasa pelayanan,” ucap Dommy.

Menurut Dommy, Lukas tak pernah menang dalam judi kasino itu meski sudah menghabiskan dana sebesar itu. “Setahu saya habis yang mulia, tidak pernah menang,” ujar Dommy.

Diyakini Dommy, uang puluhan miliar yang dibawa Lukas untuk berjudi di Singapura dan Manila itu habis. Dommy mengeklaim mengetahui hal itu dari wajah Lukas. Menurut Dommy, penghamburan uang puluhan miliar rupiah itu tidak sampai hitungan tahun.

“Berapa bulan, tidak sampai tahun” ucap Dommy.

Dari kursi terdakwa, Lukas tak membantah pernah bermain judi di Singapura. “Kalau di Singapura saya lebih banyak berobat, di Singapura saya lebih banyak berobat. Saya lebih banyak berobat daripada judi,” ucap Lukas.

Hakim berkali-kali mengonfirmasi pengakuan bermain judi itu. Lukas juga membenarkan pernyataannya, tapi, dia mengeklaim lebih banyak berobat di Singapura ketimbang bermain gim haram tersebut.

Lukas juga mengaku pernah berjudi di Manila, Filipina. Lukas mengeklaim cuma bermain di satu lokasi. Lukas mengklaim berjudi di luar negeri diklaim bukan prioritas. Lukas mengaku tugas mengatur Papua tetap menjadi yang utama.

“Jadi, tempat judi itu Kasino Sentosa, kalau tempat lain saya enggak tahu. Kalau sentosa saya pernah masuk,” tandas Lukas.

Pada perkara suap, Lukas didakwa menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp46,8 miliar. Dengan rincian, ia menerima suap sebesar Rp 45.843.485.350 (Rp 45,8 miliar) dan gratifikasi sebesar Rp1 miliar. Suap dan gratifikasi itu berkaitan dengan proyek pengadaan barang dan jasa di Papua.

Lukas didakwa menerima suap bersama-sama dengan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum Papua 2013-2017, Mikael Kambuaya dan Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) 2018-2021, Gerius One Yoman.

Adapun, uang suap itu berasal dari Direktur sekaligus Pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, Piton Enumbi sejumlah Rp 10.413.929.500 (Rp10,4 miliar). Kemudian, sebesar Rp 35.429.555.850 (Rp35,4 miliar) berasal dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu, Rijatono Lakka.

Suap tersebut bertujuan agar Lukas Enembe, Mikael Kambuaya, dan Gerius One Yoman mengupayakan perusahaan-perusahaan milik Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.

Selain itu, Lukas juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 1 miliar dari Direktur PT Indo Papua, Budy Sultan melalui perantaraan Imelda Sun. Gratifikasi tersebut dapat dikatakan suap karena diduga berkaitan dengan proyek di Papua.