HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pemerintah tengah menggodok aturan baru terkait larangan impor barang murahan atau barang dengan harga di bawah US$100 atau sekitar Rp1,5 juta di platform e-commerce.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki mengatakan, bahwa aturan tersebut dimaksudkan untuk melindungi produk dalam negeri dari gempuran produk asing.
“Kalau harga seperti itu kan barang-barang murahan. Jangan sampai lah barang murahan masuk dalam negeri. Toh dari dalam negeri juga sudah bisa bikin,” kata Teten dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Senin (8/8).
Adapun aturan tersebut nantinya akan diberlakukan melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Pada aturan yang ada saat ini, pemerintah memang belum secara spesifik menetapkan batas minimum harga untuk produk barang impor. Aturan yang ada saat ini hanya mengatur Pergadangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Terkait dengan tindaklanjut aturan baru ini, Teten menyebut pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan alias Zulhas.
Menurut Teten, revisi beleid tersebut nantinya bukan saja melindungi platform perdagangan elektronik atau e-commerce,, tetapi juga social commerce yang turut melindungi para UMKM dan juga para konsumen.
“Jadi, memang sudah ada beberapa perlu perubahan seiring dengan perkembangan dan sekarang bukan lagi e-commerce, tapi social commerce. Nah kami ingin melindungi UMKM, melindungi e-commerce lokal, dan juga melindungi para konsumen,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan alias Zulhas juga mengatakan hal yang senada dengan Teten. Dia menargetkan aturan tersebut rampung bulan September mendatang.
“Kita sudah bikin aturan, nanti mudah-mudahan sebulan lagi jadi,” ujar Zulhas, Sabtu (5/8).
Selain batas harga, dalam aturan tersebut juga melarang pihak penjual di platform e-commerce untuk sekaligus menjadi produsen.
“Ya, jadi kalau e-commerce-nya namanya A produknya enggak bisa A,” pungkas Zulhas.