HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi memberikan penilaian terhadap respons minimalis yang dilakukan oleh Presiden Jokowi atas kekisruhan antara KPK dan TNI, yakni dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana penerimaan suap oleh Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi.
Ia menyebut bahwa Presiden Jokowi sebenarnya tidak terlalu serius dalam penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia. Hal ini disampaikan Hendardi, dengan membaca respons kepala negara itu yang lebih memilih berkomentar, bahwa pihaknya akan mengevaluasi penempatan militer pada jabatan sipil, sekaligus menganggap kisruh KPK sekadar persoalan koordinasi.
“Respons teknis Jokowi atas peristiwa tersebut menggambarkan pemahaman minimalis dan lemahnya pemihakan Jokowi pada agenda pemberantasan korupsi dan pelembagaan prinsip kesamaan di muka hukum,” kata Hendardi kepada Holopis.com, Rabu (2/8).
Seharusnya, proses hukum terhadap siapapun harus dilakukan tanpa terkecuali. Apalagi, jika melihat fakta kasus Henri yang ditarik oleh Polisi Militer dari Komisi Pemberantasan Korupsi pasca ditetapkan sebagai tersangka, justru menunjukkan bahwa memang ada upaya impunitas di tubuh TNI.
“Jokowi tidak menangkap fakta potensi impunitas yang selama ini melekat pada oknum TNI yang melakukan tindak pidana korupsi atau tindak pidana umum lainnya,” ujarnya.
Hanya karena Henri adalah bagian dari keluarga besar TNI sehingga seolah-olah tidak boleh ditangani oleh KPK jika melakukan tindak pidana korupsi. Bagi Hendardi, ini adalah praktik dari pengabaian terhadap prinsip equality before the law di Indonesia.
“Pembiaran praktik dan perlakuan ketidaksamaan di muka hukum telah mengafirmasi asumsi banyak pihak bahwa praktik pengadaan barang dan jasa termasuk pengadaan alutsista di institusi TNI, dan institusi sektor keamanan lainnya, sulit memenuhi kewajiban standar transparansi dan akuntabilitas,” tandasnya.
Lebih lanjut, Hendardi juga memberikan penekanan, bahwa Presiden Jokowi seharusnya tidak cukup hanya mengevaluasi sistem procurement dan penempatan TNI pada jabatan sipil, akan tetapi juga langkah nyata pembaruan sistem peradilan militer yang masih memberikan privilege hukum bagi anggota TNI.
“Jokowi harus menjawab rasa keadilan yang terusik dan pelanggaran prinsip kesamaan di muka hukum dengan segera termasuk dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) yang mengubah UU Peradilan Militer,” pungkasnya.