Kemudian, Komjen Pol Rycko juga menyampaikan bahwa kelompok teroris di Indonesia sudah sangat pintar berkamuflase. Bahkan kata dia, tak sedikit kelompok ini menggunakan kedok agama untuk penyamaran dan melegitimasi pergerakannya.

“Sel-sel terorisme ini di permukaan menggunakan jubah agama, sementara di bawah permukaan melakukan gerakan ideologi dalam ruang yang gelap serta sistematis, masif dan terencana,” sambungnya.

Target operasi radikalisasi

Tidak hanya itu saja, jenderal polisi bintang tiga itu juga mengingatkan bahwa ada kelompok masyarakat yang sangat rentan terpapar paham radikalisme tersebut. Mereka adalah kalangan generasi muda, anak-anak hingga kaum perempuan.

Hal ini disampaikan Komjen Pol Rycko bedasarkan data yang dirilis oleh Indonesia Knowledge Hub (I-KHub) BNPT Outloot 2023. Dimana remaja, anak-anak dan kaum perempuan memang menjadi sasaran paling efektif untuk melakukan doktrinasi ideologi.

“Hasil penelitian I-KHub BNPT Outlook 2023 menunjukkan bahwa kelompok-kelompok rentan para remaja, anak-anak dan perempuan jadi sasaran utama daripada radikalisas. Kemajuan teknologi IT dan masa pandemi Covid 19 mendorong semakin masifnya online radicalisation yang melahirkan self radicalisation dan lone wolf,” paparnya.

Kemudian, Rycko juga mengutip data yang dirilis oleh SETARA Institute, yang juga disebutnya ikut menjadi bagian dari I-KHub BNPT 2023. Dimana terdapat para pelajar di 5 kota besar di Indonesia sudah mulai terpapar pemikiran radikalisme. Mereka antara lain ; Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta dan Padang.

Dari data SETARA Institute tersebut, ada sebanyak 24,2 persen remaja Indonesia yang intoleran pasif, dan 5 persen yang intoleran aktif. Bahkan ada 0,6 persen merupakan remaja yang berpotensi kuat terpapar paham radikalisme.

“Meskipun peningkatannya hanya 1 digit, namun tren ideologi kekerasan di kalangan para siswa ini terus meningkat, di kalangan generasi penerus bangsa ini,” ucapnya.

Oleh sebab itu, Komjen Pol Rycko Amelza Dhaniel mengajak semua pihak untuk aware dengan situasi tersebut, sehingga upaya pencegahan terorisme dan penghadangan terhadap langkah kelompok dan jaringan teroris tersebut semakin banyak menyebarkan ideologi mereka kepada masyarakat.

“Ini tantangan kita, pemahaman wawasan kebangsaan, sejarah perjuangan kemerdekaan dan budi pekerti menjadi penting dalam proses pembelajaran di semua jenjang pendidikan,” tegas Rycko.

Terakhir, lulusan Akpol 1988 tersebut menegaskan kembali, bahwa upaya besar itu adalah bagian dari implementasi cinta tanah air yang bisa dilakukan dan diaktualisasi.

“Kita mencintai Indonesia, mari kita wujudkan Indonesia damai, Indonesia tanpa kekerasan,” pungkasnya.