HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi mempertanyakan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan dirinya dalam dugaan suap proyek di Basarnas.

Dengan posisinya yang saat ini masih menjadi petinggi TNI, KPK seharusnya bisa mengikuti mekanisme yang berlaku di militer.

“Penetapan saya sebagai tersangka semestinya melalui mekanisme hukum yang berlaku karena saya masih militer aktif,” kata Henri dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Kamis (27/7).

Oleh karena itu, jenderal bintang tiga di Angkatan Udara itu hanya akan mengikuti proses yang berlaku di militer atau dalam hal ini TNI dalam kasus yang telah menjeratnya sebagai tersangka tersebut.

Mengenai tuduhan yang telah dilontarkan KPK bahwa dirinya telah mengakali sistem lelang elektronik demi mendapatkan fee dalam proyek pengadaan barang di Basarnas, Henri menyatakan ada kebohongan yang sengaja dibangun oleh KPK.

“Nggak bener ini, sama sekali bukan,” tegasnya.

Bahkan, terkait dengan pesawat yang pesawat yang tertera di laporan LHKPN nya, Henri menyatakan itu sudah ada jauh sebelum dirinya menjabat Kabasarnas.

“Pesawat itu saya rakit sendiri. Saya beli dan merakit sejak tahun 2019, jauh sebelum menjabat Kabasarnas,” kilahnya.

Sebelumnya diberitakan, KPK telah menetapkan Kepala Basarnas, Marsdya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka suap.

Henri diduga telah menerima suap dari pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan, yang terungkap setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7) lalu.