HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) mewajibkan para peternak untuk segera melapor jika menemukan hewan sakit. Hal itu disampaikan menyusul adanya kasus antraks yang terjadi di Gunungkidul, Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma’Arif menjelaskan bahwa antraks merupakan penyakit bakterial yang bersifat menular akut pada manusia dan hewan. Virus antraks ini sendiri disebabkan oleh bakteri bacillus anthracis yang hidup di tanah.

Perlu menjadi perhatian, bakteri bacillus anthracis ini dapat menyerang hewan pemakan rumput, seperti sapi, kambing, domba, kuda, dan lainnya, serta dapat menular ke manusia.

“Untuk itu pelaporan adanya penyakit atau kematian hewan yang tidak biasa, wajib dilakukan oleh pemilik ternak dan perusahaan peternakan untuk menanggulangi penyebaran ternak,” kata Syamsul dalam keterangan resminya yang dikutip Holopis.com, Jumat (14/7).

Dia berharap, semua pihak dapat bekerja sama dalam menghadapi ancaman kasus antraks, utamanya dalam melaporkan hewan yang sedang sakit.

Sesuai aspek keamanan pangan, hewan yang sedang sakit harus segera dilaporkan ke dokter hewan, guna memastikan penyakit yang dialami hewan ternak tidak berbahaya bagi kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya.

Syamsul mengatakan bila dokter mendiagnosa penyakit tersebut adalah antraks, maka hewan tersebut dilarang untuk dipotong, apalagi membuka bangkainya.

“Karena bakteri antraks yang keluar dari tubuh akibat dibukanya bangkai, begitu terpapar udara akan segera membentuk spora, di mana spora tersebut akan dapat bertahan di lingkungan hingga puluhan tahun,”kata Syamsul.

Selanjutnya, spora tersebut akan menginfeksi manusia dan dapat menimbulkan empat tipe penyakit. Adapun empat tipe penyakit itu adalah tipe saluran pencernaan bila masyarakat mengkonsumsi, tipe kulit yang ditunjukkan dengan adanya keropeng khas, tipe paru- paru bila menghirup spora, dan tipe radang otak.

“Kalau hewan sudah mati harusnya langsung dikubur dengan kedalaman tertentu hingga tanah uruknya kira-kita 2 meter, agar tidak digali oleh hewan pemakan daging lainnya,” sambung Syamsul.