HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyoroti kinerja pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilainya tak, mampu membawa perekonomian Indonesia meroket.
Alih-alih membawa perekonomian Indonesia meroket, pemerintah justru membawa utang Indonesia kian meroket kala pelemahan ekonomi nasional.
“Ketika ekonomi tumbuh rendah, yang meroket justru utang kita, baik utang pemerintah maupun BUMN,” kata AHY dalam pidato politiknya yang dikutip Holopis.com dari kanal YouTube Partai Demokrat, Jumat (14/7).
Menurut AHY, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan yang cukup tajam di era pemerintahan Presiden Jokowi. Bahkan, kata dia, capaian perekonomian selama dua periode, jauh di bawah apa yang dijanjikan Presiden Jokowi, yakni 7-8 persen.
Di sisi lain, AHY menyebut utang yang meroket, membut kinerja sejumlah BUMN menurun, bahkan jauh di bawah sasaran.
Per Maret 2023, beber AHY, utang pemerintah tembus di angka Rp7.800 triliun. Akibatnya, porsi APBN untuk membayar cicilan dan bunga pun semakin besar.
Putra Sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu pun mengasumsikan jika rata-rata bunga utang mencapai Rp 400 triliun per tahun, maka besarannya setara dengan realisasi anggaran pendidikan pada APBN 2020.
“Bayangkan, bisa jadi apa bunga utang Rp400 triliun itu. Biaya kuliah mahasiswa hingga lulus tingkat sarjana baik pendidikan dan biaya hidup per orang mencapai Rp200 juta, maka kita bisa menguliahkan 2 juta orang pelajar ke kampus terbaik di Indonesia,” ucap AHY.
Sementara, jika dana Rp400 triliun itu dialokasikan untuk bantuan modal pengembangan UMKM senilai Rp50 juta per satu unit, maka akan ada 8 juta unit UMKM yang diberdayakan.
” Jika satu unit UMKM menyerap 5-10 pekerja, maka tercipta 40-80 juta lapangan kerja. Ilustrasi ini untuk memberikan gambaran, konsekuensi yang harus kita tanggung bersama akibat utang yang kelewat besar,” tutur AHY.
AHY mengatakan, pemerintah tidak boleh selalu berdalih bahwa rasio utang terhadap PDB masih aman karena kurang dari 60 persen. Sebab, kemampuan fiskal pemerintah untuk membayar utang terbilang rendah dan membebani APBN.
Oleh karenanya, harus segera dilakukan pembatasan dan kontrol terhadap utang pemerintah serta BUMN. Mesti dipastikan pula bahwa pembangunan infrastruktur tidak mengandalkan utang.
“Kita harus menghentikan utang pemerintah dan utang BUMN yang terlalu besar. Banyak negara yang perekonomiannya jatuh dan mengalami krisis hebat karena jebakan utang,” kata AHY.
“Pemerintah tidak bisa hanya berpikir ekonomi jangka pendek, apalagi tidak memikirkan konsekuensi jangka panjang. Kita harus belajar, banyak negara gagal akibat utang yang ugal-ugalan, akibat utang yang meroket, ruang fiskal sempit,” tukasnya.