HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua tim kuasa hukum Partai Buruh, Said Salahudin menyampaikan kekecewaannya kepada DPR RI yang memilih mangkir dalam sidang uji formil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Ketidakhadiran DPR untuk kedua kalinya pada Sidang Pengujian Formil UU Cipta Kerja hari ini mengonfirmasi sikap pengecut partai-partai parlemen terhadap tantangan Partai Buruh melalui jalur hukum,” kata Said dalam keterangannya kepada Holopis.com, Kamis (6/7).
Apalagi kata Said, ini adalah kali kedua DPR RI tidak menghadiri sidang uji formil terhadap produk undang-undang yang menyasar kepada kaum buruh di Indonesia. Karena menurutnya, UU tersebut mengandung banyak sekali persoalan yang bisa mengancam hak-hak buruh.
“Partai-partai di Senayan itu pengecut. Dua kali MK minta mereka jelaskan alasan menetapkan UU Cipta Kerja, dua kali pula mereka kabur. Padahal, dulu dengan gagahnya mereka sahkan UU Cipta Kerja. Tapi sekarang mereka lari terbirit-birit saat dimintai tanggung jawab hukum di muka pengadilan,” ketusnya.
Tidak hanya kepada DPR, Said Salahudin juga menuding Airlangga Hartarto sebagai sosok pengecut. Sebab, ia seharusnya menjadi orang yang pertama bersikap terhadap tantangan gugatan formil UU tersebut. Terlebih, Airlangga adalah Menko Perekonomian sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar.
“Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, misalnya. Dia itu yang paling ngotot memberlakukan UU Cipta Kerja. Sebagai Menko Perekonomian, semestinya dia hadir langsung untuk mewakili Presiden di Sidang MK. Tetapi faktanya dia juga ngumpet. Tidak berani muncul. Hanya menugaskan pejabat Eselon I,” tandasnya.
Atas fakta-fakta itu, Said Salahudin yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Khusus (Katimsus) Pemenangan Partai Buruh tersebut menilai bahwa sosok seperti Airlangga Hartarto tidak pantas menjadi Calon Presiden maupun Calon Wakil Presiden. Sebab, ia memiliki sikap pengecut dan suka lari dari tanggung jawab.
Bahkan Said Salahudin juga menyeret ketidakhadiran Airlangga Hartarto dalam sidang di MK ada kaitannya dengan Pemilu dan Pilres 2024. Sebab, efek samping dari kehadirannya akan cukup buruk bagi citra politik yang ingin ditonjolkan dalam kontestasi elektoral nanti.
“Mereka sadar betul, kalau mereka hadir di sidang MK, maka wajah-wajah mereka akan dilihat secara langsung oleh publik sebagai pihak pendukung UU Cipta Kerja. Padahal rakyat tegas menolak pemberlakuan UU tersebut,” ucapnya.