HOLOPIS.COM, JAKARTA – Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, Yustinus Prastowo membantah beragam tudingan yang menyebut negara sedang bokek atau tidak mempunyai uang.

Tudingan itu menyoal pemerintah yang tidak mampu meningkatkan tunjangan kinerja (tukin) PNS, hingga belanja yang sudah diatur dalam Undang-undang (UU) atau mandatory spending dihapus.

“Negara bokek nggak punya uang? Keliru!” tulis Prastowo melalui akun Twitter pribadinya @prastow yang dikutip Holopis.com, Minggu (25/6).

Melalui utasan di akun Twitter pribadinya, Prastowo menjelaskan terkait mandatory spending. Dia menegaskan, bahwa pemerintah tetap berkomitmen mengalokasikan anggaran belanja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam kebijakan fiskal Indonesia, terangnya, besaran mandatory spending sebagaimana Pasal Ps 31 ayat 4 UUD 1945, ditetapkan sebesar 20 persen APBN/APBD untuk pendidikan. Mandatory spending juga dalam UU 36/2009 ditetapkan 5 persen dari APBN untuk kesehatan.

Adapun pada pelaksanaan APBN di tahun anggaran (TA) 2022, pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga alokasi mandatory spending sesuai amanat UU, meskipun sempat dilakukan perubahan rincian APBN melalui Perpres 98/2022.

“Berdasarkan hal tersebut, pada APBN TA 2022 anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp621,28 Triliun. Sementara, anggaran kesehatan dialokasikan sebesar Rp255,39 Triliun,” kata Prastowo.

Berdasarkan dokumen LKPP yang telah diaudit, realisasi penyerapan anggaran pendidikan TA 2022 sebesar Rp 480,26 triliun, atau setara 77,30 persen.

Sementara itu, anggaran kesehatan realisasi penyerapannya sebesar Rp 188,12 triliun, atau setara 73,66 persen.

“Dengan demikian, melihat komitmen pemerintah selama ini dalam memenuhi mandatory spending demi melaksanakan amanat UU, prematur untuk menyebut pemerintah menghapus mandatory spending, apalagi karena bokek,” tegas Prastowo.

Sementara terkait dengan pernyataan tukin yang tidak mengalami kenaikan, Prastowo mengatakan, bahwa pemerintah sejatinya telah menaikkan tukin secara bertahap di kementerian/lembaga (K/L).

Hal itu dilakukan karena pemerintah memegang prinsip kehati-hatian dalam merumuskan anggaran belanja negara.

“Faktanya di 2019-2022, belanja pegawai meningkat rata-rata 3,8% per tahun, dengan belanja gaji dan tunjangan meningkat rata-rata 2,3%,” tukasnya.