Lalu, ia menyebut bahwa Jokowi telah melakukan obstruction of justice terhadap beberapa kasus hukum yang melibatkan proyek pertambangan di Indonesia.

“Menghalang-halangi proses penegakan hukum. Pak Jokowi 2021 (bulan) Oktober datang ke pabrik biodiesel di Payakumbuh, saya nulis surat terbuka ke pak Jokowi, ada korupsi suap pajak (konstruksinya aneh). Lalu, satu tahun ke belakang 2020 Presiden Jokowi meresmikan pabrik gula di grup yang sama di Bombana. Ini ada obstruction of justice,” terangnya.

Lalu, kasus lain adalah Moeldoko Gate. Menurutnya, langkah Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI (purn) Moeldoko yang ingin merebut Partai Demokrat dari tangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) adalah bentuk pelanggaran Presiden Jokowi pada konstitusi dan demokrasi. Sebab kata Denny, Jokowi cenderung melakukan pembiaran terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Moeldoko.

“Moeldoko gate. Presiden katanya gak tahu (langkah Moeldoko) ya gak mungkin. Dalam konteks human right itu tindakan atau perbuaran melanggar hukum. Artinya Presiden Jokowi membiarkan Moeldoko membegal Partai Demokrat,” tambahnya.

Langkah Moeldoko tersebut menurut Denny adalah paket untuk merusak Partai Demokrat sekaligus membuat pencapresan Anies Baswedan gagal, karena kekurangan suara parlemen sebagai konsekuensi dari syarat presidential threshold.

“Abuse of power. Di Indonesia juga terjadi, ada penjegalan partai Demokrat dan menghalangi pencapresan Anies Baswedan,” lanjut Denny Indrayana.

Relawan Anies Baswedan ini menyatakan bahwa Presiden Jokowi sangat mungkin memenuhi syarat untuk dimakzulkan. Maka ia mempersilakan DPR RI untuk membuat hak angket, atau melalui gerakan masyarakat untuk melakukan social movement terhadap DPR RI seperti di era 1998 saat Mahasiswa dan masyarakat mendesak Soeharto mundur.

“Apakah ada perlu pemakzulan gerakan massa dan lain-lain. Tapi secara hukum tata negara sebenarnya tidak ada keraguan bahwa presiden Jokowi sudah melanggar pasal-pasal impeachment dan segera dipecat,” pungkasnya.