HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, bahwa adanya isu PHK (pemutusan hubungan kerja) yang saat ini terjadi adalah menggambarkan adanya paradox economic growts.
Efeknya, klaim pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5 persen tersebut kata Iqbal, tidak tergambar dengan banyaknya lapangan kerja tercipta dan terserapnya tenaga kerja lokal. Justru yang ada malah maraknya PHK di berbagai wilayah dan sektor.
“Pertumbuhan ekonomi yang diumumkan pemerintah mencapai 5% tidak memberikan manfaat bagi kalangan menengah bawah,” kata Iqbal dalam keterangannya yang diterima Holopis.com, Selasa (13/6).
Menurut Iqbal, ketika ekonomi tumbuh, mestinya ada penyerapan tenaga kerja. Di mana setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi akan ada penyerapan tenaga kerja sebanyak 200 hingga 400 ribu.
“Sekarang Pemerintah mengumumkan ekonomi tumbuh 5%. Seharusnya penyerapan tenaga kerja adalah sebanyak 2 juta. Tetapi kebalikannya, yang terjadi PHK dimana-mana,” ujarnya.
Lalu, Iqbal juga menyampaikan bahwa berdasarkan data KSPI, beberapa perusahaan melakukan PHK besar-besaran. Seperti PT Nikomas Gemilang ter-PHK 3261 orang, PWI (PT. Parkland World Indonesia) 1.000 orang dan dalam proses PHK kurang lebih 3 ribu orang.
Selain itu, ada juga PT Panarub Industry yang sudah melakukan PHK 2.000 orang. Kemudian Pt Lawe Adyaprima Spinning Mills di Bandung yang melakukan PHK 1.800 orang, dan masih ada berbagai perusahaan lain.
“Ini menjelaskan, pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati kelas menengah atas. Sedangkan kelas bawah justru terjadi PHK,” tegasnya.
Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 Kebijakan Salah Obat
Dijelaskan Said Iqbal, ada beberapa penyebab PHK. Pertama, karena kondisi global pasca pandemi yang menyebabkan penurunan order. Kondisi ini diperparah dengan munculnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Dimana aturan yang diteken oleh Menteri Ida Fauziyah itu menurut Iqbal adalah sebuah regulasi yang justru tidak menyelesaikan masalah.
Iqbal menyebut bahwa problem utamanya adalah penurunan order sehingga terjadi PHK di perusahaan, akan tetapi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah malah potong upah. Bukannya meningkatkan upah agar daya beli masyarakat juga ikut meningkat.
“Jadi keberadaan Permenaker No 5 Tahun 2023 ibaratnya salah obat,” terangnya.
Baca selengkapnya di halaman kedua.