HOLOPIS.COM, JAKARTA – Guru Besar Hukum Tata Negara dan Senior Partner INTEGRITY Law Firm, Denny Indrayana menilai bahwa Joko Widodo patut untuk diimpechment dari jabatannya sebagai Presiden. Hal ini disampaikan Denny karena manuver Moeldoko yang hendak merebut Partai Demokrat dari kepengurusan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Alasan mengapa sasaran tembaknya adalah kepada Jokowi, karena secara resmi Moeldoko adalah Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang notabane adalah anak buah langsung Presiden.

“Secara teori, cawe-cawe Jokowi lewat tangan Moeldoko yang diduga mencopet Demokrat adalah kejahatan yang mestinya membuka pintu pemecatan Presiden,” kata Denny dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Holopis.com, Rabu (31/5).

Ia pun mengingatkan, bahwa Presiden Amerika Serikat Richard Nixon yang memilih mengundurkan diri dari jabatannya sebelum menunggu proses impeachment dari parlemen. Padahal saat itu, Nixon sudah menjabat setengah masa jabatannya.

Pengunduran diri Nixon tersebut karena adanya pembobolan Partai Demokrat Amerika dengan dipasangnya alat penyadap saat masa kampanye.

“Jokowi bukan hanya memasang alat sadap, tetapi melalui Moeldoko berusaha ‘mencopet’ Partai Demokrat,” ujarnya.

Denny Indrayana yang saat ini berdomisili di Melbourne Australia tersebut mensinyalir bahwa langkah Moeldoko tersebut adalah bagian dari agenda penggagalan pencalonan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden 2024. Sebab, Anies hanya bisa maju jika tiga partai politik pengusungnya solid, yakni Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai NasDem.

“Bayangkan, demi menggagalkan pencalonan Anies Baswedan, Presiden Jokowi sampai tega membajak partainya Presiden ke-6 SBY,” sambungnya.

Lebih lanjut, ia yakin bahwa Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri tak akan menyetujui langkah yang diambil semacam itu, apalagi jika benar asumsi dia bahwa langkah Moeldoko atas restu Jokowi dan menjadi bagian dari agenda cawe-cawe itu.

“Saatnya petugas partai Jokowi dihentikan cawe-cawe yang melanggar konstitusi,” pungkasnya.

Sekadar diketahui Sobat Holopis, bahwa Moeldoko melalui sejumlah senior Partai Demokrat lainnya mencoba merebut partai berlambang mersi tersebut dari tangan keluarga Cikeas. Bahkan pada tanggal 3 Maret 2023, Moeldoko mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) setelah kasasinya ditolak pada tanggal 29 September 2022.