HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sepakat menolak upaya-upaya politik identitas di Pemilu 2024 mendatang. Sebab mereka memandang, politik identitas sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat.
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya berpendapat, bahwa politik identitas merupakan praktik politik yang hanya menyandarkan penggalangan dukungan berdasarkan identitas-identitas primordial.
“Politik Identitas mengutamakan identitas primordial tanpa ada kompetisi yang lebih rasional menyangkut hal-hal yang lebih visioner, tawaran-tawaran agenda yang bisa dipersandingkan antara satu kompetitor dengan lainnya,” jelas Gus Yahya dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Kamis (25/5).
Menurutnya, hal tersebut menjadikan politik identitas sangat berbahaya bagi integritas masyarakat secara keseluruhan, serta mendorong perpecahan di tengah masyarakat.
“Maka saya sering katakan, kita tidak mau ada politik berdasarkan identitas Islam, bahkan tidak mau ada politik berdasarkan identitas NU. Jadi kami nggak mau nanti ada kompetitor (menyebut) ‘pilih orang NU’. Kita nggak mau itu,” tegas Gus Yahya.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyatakan sepakat dengan pernyataan yang disampaikan Gus Yahya. Dia lantas menjelaskan primordial yang dimaksud Gus Yahya adalah terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
“Karena menyandarkan primordial SARA, lalu sering terjadi politisiasi sentimen-sentimen atas nama agama, suku, ras, golongan, yang kemudian membawa pada polarisasi. Bahkan di tubuh setiap komunitas dan golongan, itu bisa terjadi,” jelas Prof Haedar.
Lebih lanjut, Haedar menegaskan bahwa Muhammadiyah dan NU telah bersepakat untuk menolak adanya politik identitas dalam pesta demokrasi yang akan datang. Dia pun mengajak seluruh kontestan politik untuk bersikap rasional dalam menjalankan agenda-agenda politiknya.
“Mari kita berkontestasi mengedepankan politik yang objektif, rasional, dan yang ada di dalam koridor demokrasi yang modern,” katanya.