Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kuasa hukum PT Mandiri Bangun Makmur (PT MBM), Aulia Fahmi membantah bahwa kliennya telah melakukan penyerobotan tanah yang diklaim oleh Suminta Chandra. Tanah tersebut berada di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

“Jadi tidak betul ada penguasaan fisik oleh preman,” kata Fahmi dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Jumat (12/5).

Ia juga membantah bahwa kliennya adalah mafia tanah, karena melakukan penguasaan tanah secara paksa yang bukan menjadi haknya. Menurut Aulia, justru pihak Suminta Chandra lah yang merupakan mafia karena memalsukan dokumen atas tanah seluas 7,8 hektare itu.

“Dia yang mafia tanah, sebab palsukan dokumen. Itu kan cirinya. Jadi, hati-hati ada mafia teriak mafia, maling teriak maling,” ujarnya.

Fahmi menyampaikan, bahwa PT. Mandiri Bangun Makmur adalah sebuah perusahaan pengembang properti yang telah memiliki ijin lokasi dari Bupati Tangerang, pada tahun 2015. Ijin lokasi tersebut telah diberikan kuasa oleh ahli waris The Pit Nio sebagaimana Akta Surat Kuasa Nomor 11 tanggal 9 Maret 2015.

“Tanah atas obyek tanah SHM (Surat Hak Milik) Nomor 5/Lemo yang tercatat milik The Pit Nio seluas 87.100 M2 (delapan puluh tujuh ribu seratus meter persegi) yang diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Tanah Tangerang,” jelasnya.

Duduk Masalahnya

Diterangkan Fahmi, bahwa awal permasalahan dengan Charlie Chandra yang merupakan ahli waris Suminta Chandra adalah, ketika ahli waris The Pit Nio merasa bahwa SHM Nomor 5/Lemo telah beralih ke atas nama Suminta Chandra. Padahal tidak pernah ada jual beli kepada pihak manapun.

Kemudian, PT. MBM selaku kuasa waris melakukan somasi Charlie cs agar menyerahkan SHM No. 5/Lemo, karena Charlie cs tidak memiliki hak atas SHM tersebut. Hal ini karena Akta Jual Beli (AJB) Nomor 38 tanggal 9 Februari 1988 yang menjadi dasar pengalihan ke atas nama orang tuanya bernama Suminta Chandra tidak sah, karena terdapat unsur pemalsuan sejak peralihan pertama dari Chairil Widjaja atas AJB Nomor 202/12/I/1982 tanggal 12 Maret 1982, yakni antara THE PIT NIO dengan CHAIRIL WIDJAJA. Hanya saja, pihak Charlie Chandra tetap tidak pernah menunjukkan i’tikad baik untuk memberikan SHM tersebut.

“Pemalsuan tersebut sudah tertuang dalam Putusan Pengadilan Nomor : 596/PID/S/1993/PN/TNG, yang dalam pertimbangannya halaman ke 13 paragraf ke 3 dinyatakan ; ‘Menimbang, bahwa di dalam persidangan terdakwa Paul Chandra mengakui dengan terus terang bahwa ia telah membuat cap jari atau cap jempolnya di atas Akta Jual Beli tanah Nomor : No. 202/12/I/1982 tertanggal 12 Maret 1982, di atas nama saksi THE PIT NIO untuk realisasi jual-beli tanah sertifikat Nomor : 5, atas nama saksi THE PIT NIO’,” papar Fahmi.

Oleh sebab itu, dengan terbukti adanya pemalsuan atas Akta Jual Beli No. 202/12/I/1982 tertanggal 12 Maret 1982 tersebut, maka Akta Jual Beli No. 38 tanggal 9 Februari 1988, dimana pembelinya adalah Suminta Chandra menjadi tidak sah karena Chairil Widjaja sama sekali tidak memiliki kapasitas atau legal standing untuk melakukan jual beli atau mengalihkan tanah milik The Pit Nio kepada Suminta Chandra.

Bahkan kata Fahmi, Suminta Chandra dan Chairi Widjaja pernah dipolisikan atas pemalsuan dokumen hak atas tanah tersebut di Polda Metro Jaya dengan Laporan Nomor : LP/2271/VI/2014/PMJ/Ditreskrimum tanggal 19 Juni 2014.

“Sebenarnya pada tahun 2014 Suminta Chandra dan Chairil Widjaja telah dilaporkan ke polisi dengan Laporan Polisi,” tandasnya.

Dari laporan tersebut, Fahmi mengklaim polisi telah menemukan bukti-bukti kuat terkait dengan pemalsuan dokumen tersebut. Pertama, soal adanya Surat Keterangan Kecamatan Teluk Naga yang menyatakan bahwa AJB Nomor 202 tanggal 12 Januari 1982 adalah palsu. Kedua, adanya Berita Acara Pemeriksaan Perbandingan Sidik Jari Ny The Pit Nio pada tanggal 5 September 2014, menyebutkan sidik jari The Pit Nio yang terdapat pada Surat Kuasa Nomor 18 tanggal 3 Juni tahun 1982 dinyatakan non identik dengan sidik Jari The Pit Nio.

“Sehingga dari 2 bukti tersebut pada tanggal 26 Desember 2014, Suminta Chandra telah ditetapkan sebagai tersangka. Karena tidak kooperatif, maka pada tanggal 16 April 2015 Suminta Chandra dinyatakan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO),” terang Fahmi.