HOLOPIS.COM, JAKARTA – Deputy Bidang Pemberdayaan Perempuan, Exco Pusat Partai Buruh, Jumisih, memberikan kecaman atas kabar adanya oknum pimpinan perusahaan di Cikarang, Jawa Barat (Jabar) yang memberikan syarat khusus bagi karyawati yang ingin perpanjangan kontrak kerja dengan cara tidur “bersenggama” dengan atasan.
“Kita pasti prihatin dan mengecam atas situasi tersebut. Dan sangat disayangkan dalam situasi hubungan kerja terdapat hal-hal yang sangat merugikan perempuan,” ujar Jumisih dalam keterangannya yang disampaikan kepada Holopis.com, Rabu, (3/5).
Kejadian tersebut, lanjut Jumisih, tak lepas akibat adanya relasi kuasa. Di mana pemilik kuasa, yakni atasan perusahaan, bertindak sewenang-wenang, dengan menindas yang lemah, demi mendapatkan apa yang diinginkannya.
“Hal ini juga terjadi akibat adanya relasi kuasa. Relasi kuasa antara mereka yang punya kuasa, dalam hal ini adalah atasan, dan buruh perempuan yang memang butuh pekerjaan,” ujarnya.
“Relasi kuasa ini umum terjadi memang di tempat kerja. Dan ini dimanfaatkan oleh yang punya kuasa untuk menindas yang lemah, dalam hal ini adalah buruh perempuan,” lanjutnya.
Jumisih menegaskan, bahwa Partai Buruh yang salah satu konstituennya adalah kelas pekerja, akan sangat terbuka untuk mengurai persoalan tersebut. Tentunya dengan memberikan bantuan perlindungan dan pendampingan hukum, bagi para korban untuk mendapatkan keadilan.
“Kami dari Partai Buruh tentu saja mendukung korban untuk mendapatkan keadilan. Dan apabila korban ingin mendapatkan perlindungan atau pendampingan hukum, Partai Buruh sangat bersedia,” tutup Jumisih.
Tak Lepas dari Regulasi yang Buruk
Partai Buruh menjelaskan, persoalan tersebut terjadi erat kaitannya dengan regulasi yang buruk, sehingga merugikan kaum buruh, tak terkecuali buruh perempuan.
“Situasi buruh kontrak seperti itu juga ada kaitannya dengan Undang-undang (UU) yang saat ini berlaku. Misalnya sekarang ada UU Cipta Kerja, di mana sistem kerja kontrak itu dilegitimasi oleh hukum,” ujar Jumisih.
“Sebetulnya itu ada kaitannya dengan regulasi. Kalau misalnya hubungan kerja itu tidak dalam kondisi yang buruk seperti sekarang, hal-hal seperti itu bisa diminimalisir,” imbuhnya.
Meski demikian, Jumisih mengajak kepada seluruh buruh perempuan, agar tidak tunduk terhadap aturan-aturan yang merugikan buruh perempuan. Lantaran, negara telah menjamin hal tersebut, sehingga hanya dibutuhkan keberanian untuk melaporkannya.
“Sekarang kan sudah ada UU (Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), tetapi PP turunannya masih dalam proses perancangan. Namun sebetulnya, itu juga bisa dimanfaatkan supaya pihak korban mendapatkan keadilan, dengan melapor ke posko pembelaan, atau ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) setempat dan juga pihak kepolisian,” tegas Jumisih.
Pengamat Politik Arief Poyuono turut angkat bicara terkait kebijakan pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai…
Memiliki hubungan seksual yang tahan lama sering kali menjadi kunci untuk mencapai kepuasan dan kenikmatan…
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkap strategi pemerintahan era kepemimpinan Presiden Prabowo dalam mencapai…
Banyak pasangan yang mencoba berbagai macam aktivitas sex untuk menyalurkan kebutuhan seksualnya. Namun terkadang banyak…
KPK telah meningkatkan kasus dugaan korupsi pada proyek-proyek di divisi Engineering, Procurement and Construction atau…
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) didesak mengusut indikasi dugaan korupsi terkait penyaluran dana Bantuan Sosial (Bansos)…