HOLOPIS.COM, JAKARTA – Partai Buruh belum menentukan Capres yang akan didukung. Penentuan Capres baru akan ditetapkan di Konvensi Partai Buruh pada Juni 2023.

Demikian ditegaskan Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi Partai Buruh, Adityo Fajar dalam keterangan pers yang diterima Holopis.com, Sabtu (29/04).

Adityo Fajar menjelaskan, penegasan itu perlu disampaikan ke publik, lantaran belakangan ini perbincangan mengenai Capres, ulasan mengenai elektabilas dan upaya pasang memasangkan kandidat masih menjadi menu utama. Selain itu urusan pembentukan koalisi partai menjadi sorotan besar. Politik pencapresan saat ini menimbulkan kesan sebagai perjamuan antar elit untuk menentukan perkawinan politik semata.

“Riuh soal Capres saban hari. Tapi saya belum dengar apa platform mereka. Berkumpul atau berkoalisi atas dasar apa? Dukung si A atau si B karena apa? Semata kursi kekuasaan? Sibuk utak-atik perjodohan politik, tapi punya proposal apa semisal untuk perbaikan upah?” tegas Adityo Fajar.

Upah memang menjadi isu krusial bagi Partai Buruh. Partai berlambang padi ini meletakkan masalah upah sebagai salah satu platform utama perjuangan. Upah buruh selama dua tahun belakangan tidak menunjukkan perbaikan. Rata-rata kenaikan upah minimum di tahun 2022 secara nasional hanya 1,09 persen. Sementara kenaikkan upah minimum di tahun 2023 di bawah 10 persen.

Aksi Partai Buruh di Jakarta
Aksi unjuk rasa Partai Buruh dan elemen pekerja lainnya di Jakarta.

Kenaikkan upah minimum yang rendah selama dua tahun belakangan menjadi perhatian banyak serikat pekerja. Dengan tingkat upah yang masih rendah, buruh hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup dengan sangat sederhana. Sebagian buruh yang mendiami kantong-kantong kemiskinan bahkan tak sedikit yang terjerat pinjol (pinjaman online).

“Memang belum fase kampanye, tapi daripada sekedar menebar gimmick atau jadi pangeran TikTok, harusnya (capres) mulai mencicil bicara visi. Kalau ada yang punya konsep kuat upah buruh naik konstan minimal 30% per tahun, rasa-rasanya buruh akan dukung. Kenapa tidak?” ujar Adityo Fajar.

Adapun menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pekerja formal di Indonesia mencapai 55,06 juta orang. Jumlah pemilih dari lapisan pekerja karenanya terbilang sangat besar. Dalam Pemilu 2024, pekerja pantas menempatkan kepentingan mereka untuk lebih diakomodasi. Baik bagi pekerja kerah biru di pabrik-pabrik, maupun pekerja kerah putih di perkantoran, masalah upah akan selalu relevan.

“Katakan upah naik 30 persen. Misal pakai mekanisme bertahap. Semester I, 15 persen. Masuk semester II, 15 persen sisanya. Ini tentu butuh pertumbuhan ekonomi yang hebat. Inflasinya juga mesti terkendali. Harusnya yang begini yang jadi benchmark. Capres-capres itu patutnya mikirin ini dong. Mesti punya konsep. Jangan demen bikin konten aja,” kata Adityo Fajar.

Akhir-akhir ini perbincangan politik makin menghangat seiring tahun politik bergulir. Pemilu 2024 sendiri ditengarai masih akan berpotensi melahirkan polarisasi kuat. Isu politik identitas sepertinya juga masih akan mewarnai pemilu mendatang.

“Partai Buruh hendak menawarkan pendekatan berbeda. Harus sudah usai dikotomi yang selama ini dipertentangkan. Antara kelompok yang dianggap lebih nasionalis dan kelompok yang dipandang lebih agamis. Kami menawarkan alternatif, yaitu politik berbasis kelas pekerja. Pesan itu akan dikumandangkan di May Day!” pungkas Adityo Fajar.