Selain Arsul Sani, ada juga Arteria Dahlan yang menyebut bahwa apa yang dilakukan Mahfud MD soal bongkar-bongkar data transaksi mencurigakan di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan bisa berefek pidana.
Dalil yang disampaikan politisi PDI Perjuangan itu adalah Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PP TPPU).
“Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga menko (menteri koordinator), yang memperoleh dokumen atau keterangan, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut,” kata Arteria Dahlan dalam Rapat Kerja dengan PPATK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3).
Jika melanggar Pasal 11 ayat (1) UU 8 Tahun 2010 tersebut, maka ada ancaman pidana yakni penjara paling lama 4 (empat) tahun, seperti termaktub di dalam Pasal 11 ayat (2).
Bunyi Pasal 11 UU Nomor 8 Tahun 2010 ;
(1) Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap orang yang memperoleh Dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang ini wajib merahasiakan Dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut Undang-Undang ini.
(2) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian yang terakhir adalah politisi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman. Ia meminta penegasan kepada Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana tentang adanya motif lain di balik mencuatnya transaksi mencurigakan Rp349 Triliun.
Sebab ia khawatir ada upaya lain dari Kepala PPATK Ivan dan Menko Polhukam Mahfud MD untuk memojokkan orang-orang tertentu dengan memunculkan nilai dugaan transaksi mencurigakan bernilai fantastis itu.
“Supaya jelas dia punya narasi jadi tidak ada niat untuk memojokkan siapa? Tidak ada? Maka saya tanya lebih lanjut, setelah tadi dilaporkan kepada Bapak Presiden dan Saudara belum tahu apakah laporan Anda sudah ada di meja Bapak Presiden? Apakah Saudara pernah diminta oleh Menko Polhukam dalam jabatannya supaya Anda melaporkan kasus yang terjadi di Kemenkeu itu? Pernah kah?,” cecar Benny dalam RDP Komisi III dengan PPATK di Senayan, Selasa (21/3).
Kembali mencecar untuk memastikan apakah Mahfud MD melakukan abuse of power yang melakukan penyalahgunaan wewenangnya sebagai Menko Polhukam untuk membongkar skandal uang besar di lingkungan Kemenkeu itu.
“Lalu beliau (Mahfud) mengumumkan kepada publik, apakah Anda tahu?,” tanya Benny ke Ivan.
Kemudian, Ivan pun menyatakan bahwa data agregat yang dilisting oleh pihaknya kemudian diserahkan kepada Mahfud MD sehingga data itu menjadi perbincangan publik pasca diungkap oleh Menko Polhukam, dirinya mengetahui keseluruhannya. Dan menurut Ivan, apa yang dilakukan Mahfud MD sudah benar dan dibenarkan oleh Undang-Undang yang ada.
Benny dalam konteks tersebut sama sekali tidak menyentuh substansi persoalan yakni tentang transaksi mencurigakan yang diungkap ke publik. Ia hanya tertarik menyorot persoalan administrasi kewenangan saja untuk menyalahkan Mahfud MD.
“Oleh karena itu Pak Ketua saya minta saudara kepala komite Menko Polhukam dihadirkan di tempat ini dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, terima kasih,” tegas Benny.