HOLOPIS.COM, JAKARTA – Tanggal 21 Maret diperingati sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial Sedunia. Peringatan ini juga bertujuan untuk memberikan penghormatan terhadap 69 pengunjuk rasa yang damai di Sharpeville, Afrika Selatan.
Pada tanggal ini, pengunjuk rasa ditembak mati oleh polisi saat sedang memprotes undang-undang izin apartheid.
Apertheid merupakan sistem pemisahan ras, agama, dan kepercayaan, diskriminasi etis dan pemisahan kelas sosial, di mana kelompok mayoritas mendominasi kelompok minoritas.
Sejarah kelam ini pun mendorong Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1966, untuk memproklamirkan Hari Internasional Penghapusan Diskriminasi Rasial di tanggal 21 Maret.
Sejarah Hari Internasional untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial
Akar rasisme bisa ditelusuri dalam sejarah Amerika Serikat. Pada tahun 1500an di negeri Paman Sam tersebut, kata ras digunakan untuk melakukan identifikasi orang, dan memberikan mereka hak istimewa atau menindas dalam beberapa hal.
Ras juga pada masa itu dibenarkan untuk melakukan kerja paksa. Pada tahun 1550 hingga 1660an, istilah kulit putih mengacu pada hak istimewa para wanita elit asal Inggris.
Kemudian di tahun 1600, akar perbudakan masyarakat Afrika-Amerika dimulai ketika orang Afrika ditangkap dan dibawa ke Amerika untuk kerja paksa.
Pada tahun 2023, PBB fokus pada urgensi dalam memerangi rasisme dan diskriminasi ras, 75 tahun setelah mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR).
Hingga saat ini, diskriminasi ras masih terus diperjuangkan. Hasil dari perjuangan yang sudah cukup lama digencarkan tersebut sudah mulai bisa terlihat dari semakin banyak komplok yang percaya dengan inklusivitas.