HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, menganggap putusan yang dibuat PN (Pengadilan Negeri) Jakarta Pusat dalam gugatan yang dilayangkan Partai Prima keliru. Menurutnya, gugatan yang dilakukan Partai Prima adalah gugatan perdata.
“Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini. Sejatinya gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dan bukan pula gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara,” jelas Ysuril dalam keterangan yang dikutip Holopis.com, Kamis (2/3).
Yusril mengatakan, sengketa yang terjadi sebenarnya adalah sengketa yang terjadi adalah antara Penggugat (Partai Prima) dan Tergugat (KPU) dan tidak menyangkut pihak lain, selain daripada Tergugat atau Para Tergugat dan Turut Tergugat saja, sekiranya ada.
“Beda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang – undang oleh MK atau peraturan lainnya oleh MA. Sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes),” katanya.
Seharusnya, dalam perkara ini majelis hakim memberikan keputusan yang mengikat Partai Prima sebagai Penggugat dan KPU sebagai Tergugat. Sehingga, Partai peserta pemilu lainnya tidak terganggu.
“Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim, maka putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai Penggugat dan KPU sebagai Tergugat, tidak mengikat partai – partai lain baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu,” paparnya.
“Jadi kalau majelis berpendapat bahwa gugatan Partai Prima beralasan hukum, maka KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tanpa harus “mengganggu” partai – partai lain dan mengganggu tahapan Pemilu,” pungkas Yusril.
Seblumnya diberitakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kalah dalam gugatan perdata yang disampaikan oleh Partai Prima ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam vonis Ketua majelis T Oyong dengan anggota Bakri dan Dominggus Silaban, memutuskan bahwa KPU harus menunda Pemilu sampai dengan tahun 2025 dari tanggal yang sebelumnya telah ditentukan 14 Februari 2024.
“Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum,” tulis putusan tersebut seperti dikutip Holopis.com, Kamis (2/3).
“Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” sambung isi putusan tersebut.
PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) kembali mengingatkan kepada para pengguna jalan Tol Trans Jawa,…
Kabar gembira bagi para calon jemaah haji. Pasalnya, biaya haji di 2025 tahun depan dipastikan…
Oknum Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada kantor pelayanan utama Bea dan Cukai tipe C…
Serial populer asal Korea Selatan Squid Game akhirnya tayang di layanan streaming Netflix setelah ditunggu…
Cole Palmer terus menorehkan kesuksesan bersama Chelsea, kali ini rekor baru pun ia ukir dengan…
Kawanan sapi seruduk sejumlah kendaraan di kawasan Antang, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), akibatnya sejumlah motor…