HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kasus anak pejabat melakukan penganiyaan hingga membuat orang lain dalam keadaan koma sedang menjadi perbincangan hangat masyarakat Indonesia.

Netizen pun semakin geram saat sikap si anak pejabat yang masih mendongakkan dagu, padahal sudah ditetapkan sebagai tersangka dan mengenakan pakaian oranye.

Membahas soal anak yang tak terlihat merasa bersalah karena kelakuannya, Psikolog Pendidikan dan Perkembangan, Erry Indriani mengatakan, sikap seperti itu bisa saja karena pola asuh yang ia terima.

“Bisa saja dengan pola asuh yang diterimanya, mungkin orang tuanya selalu memanjakan dan tidak memberikan hukuman pada saat anak melakukan kesalahan, sehingga anak merasa apa yang dilakukannya merasa tidak bersalah,” kata Erry, kepada Holopis.com, Kamis (2/3).

Masa kecil yang selalu dimanja itu juga membuat si anak selalu ingin pengakuan dari orang lain. Ia pun menjadi anti sosial karena rasa empati yang tidak terlatih.

“Remaja yang menginjak usia dewasa, dan masa kecilnya selalu dimanja. Memiliki kecenderungan tinggi selalu membutuhkan pengakuan dari orang lain. Kurangnya terlatih rasa empati pada anak. Bisa saja akhirnya terkesan anti sosial. Terkadang orang yang anti sosial itu tahu kalau apa yang dilakukannya itu salah, tapi tetap saja dia lakukan,” pungkasnya.

Usia Remaja Hingga 21 Tahun Masih Bisa Berubah

Membahas apakah anak yang sudah kadung memiliki sifat arogan bisa berubah, Erry mengatakan bahwa remaja usia 12-21 tahun masih bisa berubah seiring dengan proses menuju usia dewasa.

“Di usia ini (muda), anak cenderung memiliki ciri khas berupa rasa ingin tahu yang tinggi, cenderung berani mengambil resiko dari perbuatannya tanpa mempertimbangkan matang dampaknya,” kata Erry.

“Rentang usia remaja itu 12-21 tahun, masa remaja juga merupakan transisi dari anak-anak ke dewasa, jadi pola pikir bisa beurah dan berproses menuju dewasa,” lanjutnya.