HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kematian akibat flu burung atau virus H5N1 terjadi di Kamboja. Korbannya adalah gadis umur 11 tahun.
Kejadian tersebut menjadi kekhawatiran masyarakat dunia dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan potensi pandemi seperti COVID-19.
Menanggapi hal itu, epidemiolog dari Griffith University Australia dr Dicky Budiman menjelaskan, saat ini masih menunggu konfirmasi dari pihak WHO.
Sebab, kasus tersebut merupakan kasus kematian akibat flu burung pertama di tahun 2023.
“Adalah gadis yang masuk kategori usia sekolah dengan kontak erat keluarga atau teman dekat,” kata dr Dicky dalam keterangan yang diterima Holopis.com, Senin (27/2).
dr Dicky mengatakan, belum melihat adanya potensi pandemi. Namun ini tetap, virus ini bisa menjadi ancaman kesehatan global.
“Terutama kekhawatiran saya adalah karena diduga ada temuan kluster atau sekelompok kasus yang menguatkan dugaan bahwa H2H (human to human transmission) terlibat atau penularan orang ke orang,” jelas dr Dicky.
Dijelaskan dr Dicky, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir infeksi flu burung terdapat ratusan kasus dan kematian. Kondisi ini diperburuk dengan dugaan adanya perubahan karakter virus.
“Di sisi lain, keadaan saat ini semakin memburuk. Data info yang kita bisa lihat bahwa diduga karakter virus berubah sehingga menginfeksi lebih banyak spesies burung dan telah masuk ke mamalia,” jelasnya.
Oleh karenanya, ia mengimbau pemerintah mempersiapkan dengan matang kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi flu burung. Sehingga virus tersebut tidak menyebar secara masif.