HOLOPIS.COM, JAKARTA – AIS (Automatic Identification System) merupakan sebuah AI atau kecerdasan buatan, yang dimiliki oleh Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika). AI itu digunakan, untuk menjaring disinformasi yang beredar di ruang digital, termasuk disinformasi politik.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong mengatakan, masyarakat harus waspada pada disinformasi yang beredar di platform digital. Apalagi, jelang Pemilu 2024 (Pemilihan Umum).

Saat berlangsungnya Pemilu 2019, dari data yang dihimpun AIS menunjukan disinformasi alami peningkatan yang signifikan. Ada lebih dari 277 disinformasi politik pada April 2019.

“Kalau kita lihat data pada pemilu lalu, dari April 2018 sampai April 2019 itu terjadi peningkatan signifikan disinformasi politik, artinya semakin mendekati pemilu, berdasarkan pengalaman lalu, disinformasi politik itu makin tinggi,” kata Usman dalam keterangan yang dikutip Holopis.com, Kamis (23/2).

“Kurang lebih ada 277 disinformasi politik pada April 2019, yang pada April 2018 hanya 14. Dalam setahun peningkatannya luar biasa. Itu yang kita take down, itu yang kita minta dicabut dari ruang digital,” lanjutnya.

Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk bijak dalam menerima informasi jelang tahun politik. Masyarakat juga harus paham, mana informasi yang merupakan kampanye negatif, kampanye positif, dan kampanye hitam.

Usman menjelaskan, kampanye negatif berisi informasi mengenai kekurangan dari calon peserta pemilu. Kemudian, kampanye positif berisi informasi mengenai kelebihan dari calon peserta pemilu. Terakhir kampanye hitam, yakni berisi informasi yang tidak benar mengenai calon peserta pemilu.

“Yang tidak boleh itu kampanye hitam karena kampanye hitam itu hoaks atau disinformasi. kita harus berhati-hati,” jelasnya.