HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron mengumumkan, bahwa pihaknya telah menetapkan tersangka dan melakukan penahanan terhadap Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (RS SKM), Wahyudi Hardi dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Ghufron mengatakan, bahwa dari rangkaian penyidikan perkara dengan tersangka Hakim Yustisial MA, Edy Wibowo, pihaknya menemukan adanya kecukupan alat bukti terkait dugaan perbuatan pidana lain dalam pengurusan perkara di MA.
“Sehingga meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka WH (Wahyudi Hardi),” kata Ghufron dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Setia Budi, Jakarta Selatan seperti dikutip Holopis.com, Jumat (17/2).
Kemudian, Wahyudi juga diduga menyuap Hakim Yustisial MA Edy Wibowo sebesar Rp3,7 miliar. Uang itu diberikan untuk mengurus kasasi Yayasan Rumah Sakit SKM.
Berdasarkan data yang ada, kasus ini bermula dari gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Negeri Makassar yang diajukan PT MHJ sebagai pihak pemohon dengan Yayasan Rumah Sakit SKM sebagai termohon.
Majelis hakim saat itu memutuskan yayasan Rumah Sakit SKM dinyatakan pailit. Selanjutnya, Yayasan Rumah Sakit SKM mengajukan kasasi ke MA dengan salah satu butir permohonannya yaitu meminta agar tidak dinyatakan pailit.
Kemudian, pada Agustus 2022, agar kasasi ini dapat dikabulkan hakim di tingkat MA, Wahyudi Hardi diduga menjalin komunikasi intens dengan Edy Wibowo lewat Muhadjir Habibie dan Albasri, yang merupakan PNS di MA.
“WH berinisiatif sedari awal menyiapkan sejumlah uang dan kemudian melakukan pendekatan serta berkomunikasi intens dengan meminta MH dan AB untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi perkara yang panitera penggantinya adalah EW (Edy Wibowo),” ungkapnya.
Sebagai tanda kesepakatan, Edy diduga menerima duit Rp 3,7 miliar yang diterima melalui Muhadjir dan Albasri. Penyerahan uang dilakukan di Mahkamah Agung ketika proses kasasi masih berlangsung.
“Pemberian sejumlah uang tersebut diduga antara lain untuk mempengaruhi isi putusan,” ungkap Ghufron.
Setelah uang diberikan, putusan kasasi yang diinginkan Wahyudi Hardi dikabulkan. Isi putusan menyatakan, RS Sandi Karsa Makassar tidak dinyatakan pailit.
Atas perbuatannya, Wahyudi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.