Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo mengakui, bahwa pihaknya masih mendapati sejumlah kendala dalam penerapan sistem Electronik Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik. Salah satunya yakni anggaran pengiriman surat konfirmasi yang terbatas.

Selain itu, mekanisme blokir ETLE yang masih manual, anggaran pengembangan ETLE Korlantas Polri yang belum optimal hingga sumber daya manusia (SDM) ETLE yang terbatas juga menjadi hambatan dalam penerapan tilang elektronik tersebut.

“Meskipun begitu Polri akan berusaha maksimal guna menerapkan transformasi digital di bidang lalu lintas untuk melayani masyarakat,” ujar Dedi dalam keterangan tertulis yang diterima Holopis.com, Jumat (17/2).

Sejauh ini, kata dia, sistem tilang berbasis elektronik tersebut telah diterapkan di 34 Kepolisian Daerah (Polda) dan 119 Kepolisian Resor (Polres) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

“Dari 34 Polda, tercatat ada 295 kamera ETLE statis dan 794 kamera ETLE handheld. Sementara ETLE mobile on board sebanyak 63 dan ETLE portable ada 7,” terangnya.

Namun sayangnya, baru empat Polda yang tercatat menggunakan kamera ETLE sampai di tingkat Polres. Keempat Polda tersebut yakni Polda Metro Jaya, Polda Jateng, Polda Jatim dan Polda Sumsel.

Dari sisi penindakan, Dedi mengklaim, sudah ada kamera ETLE yang telah dioperasikan oleh 34 Polda sampai dengan Desember 2022 telah berhasil meng-capture 42.852.990 kendaraan.

Dari angka tersebut, sebanyak 1.716.453 kendaraan yang sudah tervalidasi oleh petugas back office dan sudah diteruskan dalam bentuk kirim surat konfirmasi kepada pemilik kendaraan.

Kemudian sudah ada 636.239 data yang sudah terkonfirmasi melakukan pelanggaran. Dari data tersebut, sudah ada 268.216 terbayar usai pemilik kendaraan terkonfirmasi dan diberikan blanko tilang serta kode bayar.

Dedi menjelaskan, penerapan sistem ETLE yang merupakan program prioritas Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo guna meminimalisir penyimpangan anggota di lapangan dalam proses penegakan hukum dalam bentuk penilangan.

Penerapan sistem ETLE tersebut, kata dia, mengurangi sentuhan langsung antara petugas dan pelanggar, dimana pelanggaran yang dilakukan pengendara berawal dari tertangkapnya kendaraan pelanggar melalui kamera ETLE.

Kemudian petugas back office melakukan verifikasi dan mengirimkan surat konfirmasi pelanggaran ke pelanggar melalui pos indonesia. Pelanggar bisa mengonfirmasi melalui web service atau datang ke posko.

Setelahnya, pelanggar diberikan kode pembayaran tilang melalui sms atau email untuk dibayarkan melalui perbankan yang tersedia.

“Semua mekanisme yang ada mengurangi interaksi langsung antara petugas dan pelanggar. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi suap ataupun bentuk pelanggaran lainnya,” katanya.

Namun, dengan tegas Dedi mengatakan jika ditemukan adanya petugas yang terbukti melakukan pungli, maka akan ditindaktegas berupa sanksi baik sanksi disiplin, sanksi kode etik hingga pidana.

Ke depan, lanjut Dedi, pihaknya akan melakukan sejumlah upaya agar penerapan ETLE berjalan maksimal, diantaranya yakni penguatan back office ETLE, serta melaksanakan pemeliharaan dan perawatam sistem ETLE di 34 Polda.

Selain itu, Polri juga akan melakukan pengadaan anggaran pengiriman surat konfirmasi untuk 34 Polda, pelatihan petugas ETLE dari 34 Polda, pengadaan tambahan perangkat ETLE untuk 34 Polda, dan sertifikasi petugas penindak pelanggaran lalu lintas secara berkelanjutan untuk 34 Polda.

Tak sampai di situ, otomatisasi mekanisme blokir ETLE juga tak luput dari perhatian Polri, karena mekanisme blokir ETLE yang selama ini masih manual menghambat kinerja Polri dalam melakukan penerapan tilang elektronik. Nantinya, mekanisme blokir ETLE ini akan terkoneksi dengan aplikasi Elektronik Registrasi and Identifikasi (ERI).

“Semua perbaikan yang dilakukan ini agar masyarakat tertib dalam berkendara di jalanan dan mengurangi risiko angka kecelakaan,” pungkasnya.