HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD membeberkan pengaruh Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan Januari 2023 lalu terhadap vonis Ferdy Sambo.
Sebagai informasi, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menjatuhkan hukuman pidana terhadap Ferdy Sambo berupa hukuman mati.
Seperti diketahui, KUHP baru berlaku 3 tahun sejak resmi diundangkan. Artinya, pasal-pasal yang terkandung di dalamnya baru akan diterapkan pada Januari 2026.
Sedangkan dalam KUHP baru itu, pasal yang berkaitan dengan pidana mati memungkinkan seorang terpidana mati berubah status hukumannya menjadi seumur hidup setelah 10 tahun menjalani masa percobaan, asalkan berkelakuan baik dan memenuhi syarat lainnya.
“Ya bisa kalau belum dieksekusi (mati), kalau belum dieksekusi sebelum 3 tahun. Nanti sesudah 10 tahun, kalau berkelakuan baik bisa menjadi seumur hidup. Kan itu UU yang baru,” ujar Mahfud dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Selasa (14/2).
Namun sejatinya proses tersebut tidak serta merta karena ada beragam hal yang menjadi pertimbangan. Salah satunya waktu vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada terpidana mati.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, aturan dalam KUHP baru itu resmi berlaku pada 2026. Sedangkan mantan Kadiv Propam Polri itu divonis pada 14 Januari 2023.
Berdasarkan Pasal 3 KUHP baru maka perkara Sambo ini akan mengikuti aturan baru apabila vonisnya sudah berkekuatan hukum tetap.
“Kalau di dalam UU itu, jika seseorang dalam proses hukum, lalu terjadi perubahan peraturan UU, maka diberlakukan yang lebih ringan kepada terdakwa. Jadi dia mungkin akan menerima, kecuali mau diperdebatkan,” ujar Mahfud.
Pendapat Mahfud itu selaras dengan bunyi Pasal 3 ayat 1 KUHP baru yang berbunyi, “Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu tindak pidana,” demikian bunyi Pasal 3 KUHP baru.
“Itu terjadi perubahan UU dalam proses hukum, kalau ini kan tidak proses hukum lagi, 3 tahun yang akan datang. Itu bisa jadi debat baru lagi, tapi itu tidak penting,” ujarnya.
“Menurut saya keadilan publik sudah diberikan oleh hakim yang gagah perkasa dan berani, dan kita dorong terus, jangan takut kepada siapapun karena ini momentum untuk memperbaiki dunia peradilan kita,” sambungnya.
Vonis Mati Sambo Belum Inkrah
Sebagaimana diketahui vonis mati yang diterima Sambo belum berkekuatan hukum tetap alias belum inkrah. Sebab, baik Sambo maupun penuntut umum masih memiliki hak mengajukan banding hingga kasasi.
Sambo sendiri sebelumnya telah dinyatakan terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada Sambo pun lebih tinggi dari tuntutan jaksa, yakni hukuman penjara seumur hidup.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo pidana mati,” kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan, Senin (13/2).
Sambo juga telah dinyatakan bersalah dalam kasus Obstruction of Justice atau menghalangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J tersebut, dengan melakukan perusakan CCTV.
Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.