HOLOPIS.COM, JAKARTA – SETARA Institute menganggap hukuman mati yang diberikan hakim, kepada Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua setimpal dengan apa yang dilakukannya.
Namun, jika dilihat dari kacamata hukum HAM (hak asasi manusia) hal tersebut menjadi sebuah bentuk pelanggaran hak hidup.
“Hak hidup adalah given dan nilai universal bagi rezim hukum HAM dan dianut negara-negara beradab,” kata Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie dalam keterangan yang diterima Holopis.com, Selasa (14/2).
“Artinya dalam menghukum orang yang dianggap bersalah, negara melalui pranata peradilan tidak diperkenankan menghukum mati, apapun jenis kejahatannya,” sambungnya.
Ikhsan melanjutkan, vonis yang dibuat hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dibuat karena pidana mati masih dianggap sebagai hukum positif.
Namun, arus utama para pembentuk UU sudah meletakkan hukuman mati sebagai pidana alternatif dalam KUHP baru.
“Pengadilan di tingkat banding dan kasasi masih memungkinkan negara mengkoreksi pidana mati dengan hukuman lain yang setimpal dan membuat efek jera,” katanya.
Paralel dengan peristiwa yang melilit sejumlah anggota Polri, peristiwa Sambo harus menjadi pembelajaran serius bagi Polri.
Bukan hanya fokus membenahi citra tetapi kinerja. Agenda reformasi Polri harus kembali digerakkan setelah mandek dalam satu dekade terakhir.