“Mari bersatulah, selamatkan piala dunia u-20. Itu momentum bagus utk banyak hal. Prestasi, citra bangsa, dan nama besar Indonesia. Bersatulah, bikin kompetisi yang industrial, modern, digitalisasi, demi generasi emas menuju Piala Dunia U-20,” sambungnya
Saat giliran Doni Setiabudi tiba, dirinya mengusung program liga profesional. Di benaknya, kompetisi seharusnya tidak hanya soal Liga 1. Tetapi Liga 2 hingga Liga 3 juga harus dikelola secara serius, tidak seperti sekarang di mana dua kompetisi di bawah Liga 1 tak bisa bergulir.
“Visi & Misi saya, 1. Saya ingin mencapai federasi yang bersih. PSSI itu akar masalah sepakbola Indonesia. 2. Untuk mewujudkannya, saya mohon mengundurkan diri karena itu saya harap Exco PSSI diisi orang yang punya kapasitas dan mau kerja untuk bola Indonesia,” tutur Doni.
“Saya mencoba membuat sepak bola pro. Saya berharap punya kebijakan yang ditentukan LIB dalam bentuk. Liga 2 & Liga 3 tidak bisa berjalan, karena saya tahu, klub tak punya uang, LIB juga tidak punya. Liga 2 akan berjalan dengan normal, harus ada pemisahan operator dengan Liga 1. Liga 2 punya nilai jual, selama kompetisinya berjalan kompetitif,” tambahnya.
“Harus adanya bank guarantee. Tiap klub wajib mempunyai bank guarantee, berupa Deposit agar pemain pelatih tidak ada kasus sekarang. Klub tentu akan teriak, tapi kebijakan ini kalau tak sanggup, silakan degradasi. Yang harus dilakukan kompetisi berteknologi. Untuk Liga 1 hingga Liga 3 terkait penggunaan VAR,” sambungnya.
“VAR bisa meminimalisir mafia. Mafia tidak akan bisa diberantas dalam waktu singkat. Tapi kita bisa memperkecil ruang lingkup mafia agar tak masuk ke sepak bola. Salah satunya dengan teknologi VAR. Sepakbola tidak hanya level pro. Ada suatu sepak bola yang jarang disentuh, yaitu amatir berkaitan Asprov,” tambahnya.
Sementara Arif Putra menekankan pentingnya pembangunan industri sepakbola. Hal itu bisa dipahami dari latar belakangnya yang merupakan CEO dari Nine Sport, sebuah event organizer (EO) yang berpengalaman mendatangkan klub-klub sepak bola Eropa ke Indonesia.
Berdasarkan pengalamannya mendatangkan klub-klub top ke Indonesia, sedikit-banyaknya bisnis sepakbola sudah ia pahami. Menurutnya, Indonesia masih jauh dari industri sepak bola sebagaimana yang sudah terjadi di Eropa.